Page 270 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 270
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
berpendapat bahwa pasak-pasak pada tiang masyarakat bangsa yang
longgar dan bangunan yang nyaris hancur segera diperkuat, dan jangan
dilanjutkan dengan revolusi selanjutnya. Kondisi yang aman merupakan
modal bangsa untuk membangun dan segera mewujudkan kemakmuran
bersama.
Sebaliknya, Sukarno dan kelompoknya berpendapat bahwa
“revolusi belum selesai”, alasannya bahwa meskipun benar Belanda
telah kalah, tetapi musuh bangsa Indonesia masih tetap ada dalam
bentuk baru yakni neo-kolonialisme dan neo-imperialisme. Bagi Sukarno
revolusi merupakan alat vital untuk menggelorakan perlawanan rakyat
terhadap musuh-musuh tersebut.
Masa demokrasi terpimpin ternyata tidak memberi jawab atas
masalah bangsa.Wacana dan pemikiran Presiden yang terus digaungkan
secara retorik memang memukau dan memesona rakyat sebagai
pendengar setia. Soekarno sendiri terpukau pada dialektika revolusi yang
terus digelorakan.
Perbedaan Sukarno dan Mohammad Hatta mulai tampak secara
tajam sejak awal 1956. Puncaknya adalah dengan pengunduran diri
Mohammad Hatta sebagai wakil presiden. Dalam perkembangan
selanjutnya setelah dikeluarkannya Konsepsi Presiden Soekarno 21
Februari 1957, Mohammad Hatta segera memberi tanggapan berupa
surat pribadi. Ini petikan surat pribadi Bung Hatta kepada Bung Karno
tanggal 27 Februari 1957 :
“Bung Karno,
Sejak saya kemaren sore kembali dari Bandung sampai hari ini
sudah banyak keluh kesah dari masyarakat yang disampaikan
kepada saya, bahwa pemuda-pemuda bersenjata yang berpakaian
militer giat sekali mengadakan terror untuk menekankan supaya
konsepsi Saudara diterima. Bung Tomo didatangi oleh seorang
dengan bersenjata untuk memaksakan, supaya ia menyetujui
“konsepsi Bung Karno”. […] Djamaludin Malik sudah dua kali
diancam dengan pistol, sehingga dia sekarang menyingkir ke
Sumatera Tengah. Kiai Dahlan didatangi di rumahnya dan
diancam supaya menyetujui konsep Bung itu. Nyonya Mr. Maria
Ulfah Santoso dibawa dengan paksa dengan jeep dari gedung
sensor film ke markas besar pemuda TP di Jalan Waringin,
katanya untuk mempertanggungjawabkan pemutaran film cabul,
tetapi diakhiri dengan gertak supaya konsepsi Bung Karno itu
disetujui. […] Kalau konsepsi Saudara itu oleh pengikut-pengikut
Saudara, yang sering bertindak plus royalists que de le roi, mau
262 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya