Page 59 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 59

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                memiliki Pantjaran Warta. Sarekat Islam Semarang memiliki harian Sinar
                Djawa  (1914-1918),  yang  kemudian  bernama  Sinar  Hindia  (1918-1924).
                Harian ini diwarnai oleh kritik-kritik tajam para jurnalis dan redakturnya
                seperti  Semaoen,  Darsono,  dan  Marco  Kartodikromo.  Pemerintah
                kolonial mewaspadai Sinar Hindia sebagai surat kabar ekstrimis. Sarekat
                Islam Cilacap mempunyai organ  Pantja Indra (1916-1917), dan Sarekat
                Islam Sokaraja, Banyumas, mempunyai Perasaan (1919).

                        Indische  Partij,  yang  berdiri  pada  tahun  1912  dan  dibubarkan
                pada tahun itu juga, memiliki Het Tijdschrift dan De Expres. Redakturnya
                yang terkenal adalah E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangoekoesoemo
                dan Soewardi Soerjaningrat. Kedua surat kabar itu berbahasa Belanda,
                dan  mengekspresikan  cita-cita  untuk  mencapai  kesatuan  dan
                kemerdekaan  Indonesia.  Karena  sikap  politik  ini,  Douwes  Dekker,
                Tjipto  Mangoenkoesoemo,  dan  Suwardi  Soerjaningrat  diasingkan  ke
                negeri Belanda pada tahun 1913. Dari Belanda, mereka tetap melakukan
                perjuangan politik dan jurnalistik.

                        Setelah  Partai  Komunis  Hindia  berdiri  pada  tahun  1920,
                khasanah  pers  Indonesia  semakin  beragam  karena  munculnya  surat
                kabar  milik  partai  komunis  dan  organisasi-organisasi  yang  berafiliasi
                dengannya.  Pada  tahun  1925  terdapat  lebih  dari  20  penerbitan  partai
                komunis di berbagai kota.

                        Pada  pertengahan  dekade  ke-2  sampai  abad  ke-20,  pers
                bumiputera  semakin  menunjukkan  warna  ke-Indonesiaannya.  Pada
                tahun  1924,  para  mahasiswa  Indonesia  yang  belajar  di  negeri  Belanda
                menerbitkan  surat  kabar  dengan  nama  yang  mengekspresikan
                nasionalisme Indonesia secara jelas yaitu Indonesia Merdeka.

                        Pada 1900-an hasrat akan kemajuan yang telah dimulai kurang
                lebih pada dasawarsa terakhir abad sebelumnya, telah mewujud dalam
                bentuk  tumbuhnya  masyarakat  koperasi  yang  mendirikan  toko-toko
                priyayi  di  beberapa  tempat.  Jika  pada  dasawarsa  terakhir  abad  ke  19
                beberapa  kelompok    dan  asosiasi    kecil  lokal  dibentuk  oleh  kalangan
                priayi dan guru, pada 1900 kebutuhan akan organisasi masyarakat Jawa
                yang  lebih  besar  dan  beranggotakan  kelompok  yang  lebih  luas  lebih
                dirasakan lagi oleh kalangan elit kaum pribumi. Dalam sebuah artikel di
                Pewarta Priayi, R.M. Tjokroadikoesoemo mendorong agar para pemuka
                priyayi  mendirikan  sebuah  organisasi  Jawa  yang  dapat  menggali  soal




                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   51
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64