Page 60 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 60
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
persatuan Jawa, kerja sama saling menguntungkan, pengembangan
pendidikan, mendorong priyayi Jawa agar menghargai profesi di bidang
pertanian dan perdagangan, mendorong semangat belajar, memupuk
minat membaca surat kabar dan buku, serta memungkinkan orang Jawa
mengerti kewajiban mereka terhadap masyarakat dan pemerintah. R.M.
Tjokroadisurjo juga mengusulkan kendati orang Belanda dan Jawa bisa
menjadi anggota, pemimpin organisasi ini seyogyanya bupati, patih atau
wedana.
Kepedulian akan kemajuan yang sangat mempengaruhi
masyarakat Hindia Belanda memberi Brousson ide mendirikan majalah
yang bisa menjadi juru bicara intelektual baru itu. Pada pertengahan
1902, Brousson membuat kesepakatan dengan Abdul Rivai untuk
menerbitkan sebuah majalah bergambar di Belanda untuk diedarkan di
Hindia Belanda . Pada Juli 1902, Bintang Hindia terbit untuk pertama
17
kali didirikan oleh Brousson dan Abdul Rivai di Negeri Belanda. Atas
usaha Brousson dalam mempertahankan bantuan dari pemerintah justru
menjadikan Bintang Hindia lembaga separuh resmi milik pemerintah
pada tahun ketiga kehadirannya. Ketika Bintang Hindia diluncurkan pada
akhir 1902, Abdul Rivai sedang bersiap untuk ujian masuk sekolah
kedokteran di Amsterdam, pada saat yang sama ia juga sedang
menunggu keputusan dari Kementerian Jajahan yang pada 5 November
1899 ia surati untuk meminta penjelasan mengenai keumungkinan
dirinya dan lulusan Sekolah Dokter Jawa lainnya dibebaskan dari ujian
itu. Selama di Amsterdam, sebagaimana Brousson, Rivai juga dihubung-
hubungkan dengan kepemimpinan Algemeen Nederlandsch Verbond
dan Vereeniging Oost en West. Dua organisasi yang beranggotakan
mantan pejabat Belanda yang pernah bertugas di Hindia Belanda ini
dikenal sebagai penyokong utama politik etis. Dari merekalah biasanya
Brousson memperoleh bantuan. Pada akhir 1902, dewan pimpinan
kedua asosiasi ini menyurati Kementerian Jajahan mendesak pemerintah
agar menyokong Bintang Hindia yang bertujuan: mempromosikan
pertumbuhan kebudayaan pribumi dan memperkuat ikatan antara
Belanda dan wilayah jajahannya. 18
Surat kabar yang tercetak itu dalam catatan sejarah sebagaimana
yang diidentifikasi oleh Robert van Niel bahwa pada akhir abad XIX
sudah ada surat kabar yang berbahasa Jawa dan Melayu. Pada tahun
1912 di Hindia Belanda telah terbit dua belas (12) surat kabar di kota-
52 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya