Page 64 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 64

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                        Munculnya sekolah-sekolah di Hindia Belanda telah mendorong
                adanya hasrat  untuk  menuntut ilmu dari  kalangan bumiputera. Akibat
                dari  kemajuan  pendidikan  ini  maka  banyak  pula  dari  kalangan
                bumiputera yang mengambil peran sebagai pegawai di berbagai kantor
                milik  pemerintah  kolonial  selain  sebagai  guru,  dan  berbagai  pekerjaan
                lainnya.  Hal  ini  telah  mendorong  munculnya  kelompok  priyayi  baru,
                yaitu kelompok masyarakat baru yang diperoleh karena mendapat peran
                baru  sebagai  kalangan  terpelajar.  Kaum  terpelajar  inilah,  yang  telah
                memunculkan  pergerakan  kebangsaan  kebudayaan  pertama  yang
                terorganisir di antaranya yang dicetuskan oleh seorang pensiunan Dokter
                Jawa, Mas Wahidin Sudirohusodo yang berusaha meningkatkan bangsa
                Jawa melalui pengetahuan barat maupun warisan budaya sendiri. Berkat
                usaha  dua  siswa  sekolah  STOVIA  yaitu  Raden  Soetomo  dan  Raden
                Gunawan,  hasil  perjuangan  pemuda  pada  masa  awal  ini  akhirnya
                memungkinkan berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908. Organisasi
                yang  baru  terbentuk  ini  beranggotakan  kaum  tua  yang  berasal  dari
                bangsawan  Jawa.  Sampai  tahun  1909  Boedi  Oetomo  sudah
                beranggotakan 10.000 orang yang berasal dari Jawa dan Madura yang
                                                                    1
                anggotanya hampir semua pelajar tingkat enam ke atas.


                2.1. Boedi Oetomo – Sarekat Islam dan Organisasi Modern
                        Secara historis lahirnya STOVIA tidak terlepas dari berjangkitnya
                berbagai wabah penyakit menular dan berbahaya di daerah Karesidenan
                Banyumas  pada  1851.  Pemerintah  Kolonial  yang  menerima  laporan
                tersebut memiliki gagasan untuk menerbitkan buku tuntutan kesehatan
                yang  dibagikan  ke  para  kepala  desa  (lurah)  dalam  bahasa  Jawa  dan
                Melayu.  Tujuannya  agar  setiap  desa  dapat  menjaga  kesehatan
                penduduknya,  namun  cara  ini  tidak  memberikan  hasil  memuaskan.
                Selanjutnya,  muncul  gagasan  baru  untuk  membentuk  kelompok
                kesehatan  dari  kalangan  penduduk  yang  dilatih  dalam  perawatan
                kesehatan. Untuk itu pemerintah memutuskan beberapa pemuda sehat dan
                cakap dari seluruh penjuru Pulau Jawa yang pandai menulis dan membaca
                huruf, baik Jawa maupun Melayu, minimal berumur 16 (enam belas) tahun
                untuk dididik di Rumah Sakit Militer di Weltevreden, Batavia (sekarang:
                Jakarta). Sebanyak 30 (tiga puluh) orang pemuda berhasil terseleksi untuk
                menjalani pendidikan yang berlangsung selama 3 (tiga) tahun sebagai juru
                kesehatan dan setelah lulus bergelar “Dokter Jawa”.






                56     Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69