Page 67 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 67

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                        Kondisi ini meningkatkan kesadaran munculnya bibit solidaritas
                nasional,  seperti  mulai  lenyapnya  secara  lambat  laun  batas-batas
                kesukuan,  terutama  ketika  mulai  berinteraksi  satu  sama  lain,  karena
                mereka  tinggal  dalam  satu  asrama  yang  membawa  pada  rasa  senasib
                sepenanggungan. Proses kebangsaan semakin tidak tertahankan dengan
                menyaksikan  adanya  praktik-praktik  tidak  wajar  dan  melanggar
                perikemanusiaan  serta  keadilan  yang  dilakukan  pemerintah  kolonial
                terhadap rakyat terjajahnya. Hal ini menumbuhkan rasa ketidakpuasan
                para  pemuda  pelajar  terhadap  keadaan  masyarakat  koloni  dimana
                mereka hidup. Kesadaran terhadap lingkungan disekelilingnya tersebut
                mendorong  para  pemuda  pelajar  bertindak    untuk  mengangkat  derajat
                bangsanya  dan  melepaskan  mereka  dari  belenggu  penjajahan  Belanda.
                Sebagai  alat  perjuangan,  mereka  mendirikan  organisasi  modern  yang
                                                                                  3
                sekaligus dapat menjadi tempat mereka melatih diri sebagai pemimpin .
                        Seperti,  pelajar  Soetomo  yang  tercatat  sebagai  mahasiswa
                STOVIA  pada  1903  bersama-sama  13  orang  dari  beberapa  daerah,
                mendirikan  Perkumpulan  Boedi  Oetomo  bersama  kawan-kawannya,
                diantaranya,   R.M.    Goembrek,     M.   Soeraji,   M.   Goenawan
                Mangoenkoesoemo, M. Mohammad Saleh dan M. Soeleiman. Lahirnya
                Boedi Oetomo didorong oleh keadaan sangat kompleks dari rakyat yang
                tertindas oleh penjajah. Kondisi keterlantaran rakyat terjajah mendorong
                hasrat  para  kaum  pelajar  STOVIA  mendirikan  perhimpunan    pelajar
                yang bertujuan mempercepat usaha ke arah kemajuan rakyat. Kebetulan
                pada akhir 1907, dokter Wahidin Soedirohoesodo dari Badan Bantuan
                Pendidikan  atau  Studiefonds  yang  bertujuan  menolong  para  pemuda
                Indonesia  agar  dapat  menuntut  pendidikan  di  Perguruan  Tinggi,
                mengadakan  ceramah  yang  mendapat  sambutan  antusias  dari  para
                pelajar  STOVIA.  Ceramah  tersebut  telah  menginspirasi  mereka  untuk
                                                    4
                segera membentuk suatu perhimpunan .
                        Soetomo yang waktu itu berusia 19 tahun, segera menghubungi
                para pelajar lainnya di luar Batavia. Ia menulis surat tentang cita-citanya
                untuk mendirikan perhimpunan pelajar kepada kawan-kawan pelajar di
                Yogyakarta, Semarang, dan Magelang. Perwujudan hasrat ini dipercepat
                dengan adanya berita bahwa pada Mei 1908 pemerintah  Hindia Belanda
                akan  membuka  Sekolah  Opsir  Bumiputra.  Pendirian  sekolah  itu
                mendapat  sambutan,  terutama  dari  kalangan  pejabat  pemerintah  serta
                sebagian  rakyat  yang  tidak  mengetahui  hakikat  sebenarnya  tentang
                maksud  terselubung  dari  pemerintah  kolonial.  Dalam  hal  ini,  para
                pelajar STOVIA tetap mencurigai maksud pemerintah tersebut. Mereka




                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   59
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72