Page 90 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 90

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                yang  tidak  nasional,  melainkan  internasional,  maka  muncul  lagi  pertanyaan,
                “Dapatkah dalam JIB diberikan pendidikan nasional yang sempurna?”

                Pertanyaan-pertanyaan  tersebut  dikaitkan  dengan  kekhawatiran
                pendidikan  nasionalisme  dalam  JIB  menjadi  berkurang,  sehingga  akan
                mengendorkan  cita-cita  bangsa  kearah  kemerdekaan.  Menurut
                Mohammad Roem, anggota-anggota JIB sendiri merasa tidak sedikitpun
                cintanya  kepada  tanah  air,  dalam  hal  ini  agama  Islam  mengajarkan
                orang Islam berjuang memberantas kebatilan dan menegakkan keadilan
                dengan  segala  pengorbanan.  Ia  mengacu  pada  hadits  yang  berbunyi,
                “Hubul wathon minal iman”  yang berarti cinta tanah air dan bangsa  itu
                sebagian  dari  iman.  Berdasarkan  keyakinan  itu,  rasanya  orang  Islam
                tidak  akan  kurang  nasionalismenya.  Suara-suara  yang  menyiratkan
                keraguan anggota JIB dan jiwa kebangsaan pun menjadi hilang saat JIB
                ikut dalam Kongres Pemuda ke II yang berhasil mencetuskan Sumpah
                                  33
                Pemuda pada 1928 .
                        Pada bulan Maret 1925, JIB berhasil pula menerbitkan majalah,
                bernama  An-Nur  (Het  Licht  atau  Cahaya).  Pada  halaman  depan
                tercantum Al Qur’an, surat At-Taubat ayat 32:
                        “Mereka  ingin  memadamkan  cahaya  Allah  dengan  mulut  mereka,
                tetapi tidak mengijinkan  kemauan mereka, melainkan lebih mencemerlangkan
                cahayanya, walaupun orang kafir tidak menyukainya”.

                 Di samping menerbitkan majalah yang memuat tentang Agama Islam,
                cabang-cabang  JIB  juga  mengadakan  kursus  agama.  Baik  majalahnya
                maupun kursusnya menggunakan bahasa  Belanda yang masih menjadi
                ciri komunikasi para pemuda pergerakan pada umumnya saat itu.
                        Sejak  berdiri,  JIB  memiliki  penasihat,  yakni  Haji  Agus  Salim
                yang dikenal sebagai salah satu pemimpin Sarekat Islam (SI), di samping
                Tjokroaminoto dan dikenal seorang ahli dalam agama Islam dan sangat
                mahir  berbahasa  Belanda.  Haji  Agus  Salim  mampu  menjelaskan
                persoalan-persoalan terkait Agama Islam, baik melalui kursus-kursus JIB
                maupun  melalui  tulisan-tulisannya  di  “An-Nur”  terkait  serangan-
                serangan  dari  luar  sehubungan  dengan  kedudukan  Islam  di  tengah
                situasi yang diwarnai modernitas yang menurut kesaksian Mohammad
                Roem,  anggota  JIB  menjadi  bangga  bahwa  ajaran  Islam  memberikan
                pedoman  yang  baik  dalam  dunia  modern  yang  mengikatkan  rasa
                percaya diri anggotanya.
                        Pada  1927  JIB  membentuk  “Lembaga  Inti”  (Kern  Lichaam)
                yang anggauta-anggautanya telah memiliki banyak pengetahuan tentang




                82     Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95