Page 88 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 88
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
kegiatan organisasi meliputi: pertama, menerbitkan majalah berkala,
brosur-brosur, dan lain-lain penerbitan; kedua, mengadakan kursus,
pertemuan debat, dan lain sebagainya; ketiga, mengadakan darmawisata
31
dan lain kunjungan ke tempat-tempat yang berarti .
Sehubungan dengan keanggotaannya, semula JIB didirikan
untuk para pelajar yang masih duduk di bangku sekolah, terlepas dari
umurnya. Di samping itu, ada pula orang-orang yang masih muda dan
tidak lagi bersekolah atau sudah tamat belajarnya dapat menjadi anggota
JIB. Oleh karena itu, keanggotaan JIB terbuka bagi para pemuda
beragama Islam dari umur 14 tahun hingga 29 tahun, yang dikemudian
hari diperluas menjadi 35 tahun. Selain itu, keanggotaan JIB juga tidak
membatasi pada kesukuan atau kedaerahan. Di luar dugaan Samsuridjal
dan kawan-kawan, sejumlah blanko formulir anggota yang diedarkan
pada rapat propaganda itu berhasil menjaring 250 orang pemuda yang
siap menjadi anggotanya. Mereka rata-rata berasal dari para pelajar dari
Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) dan Algemene Middlebare School
(AMS) serta sebagian lainnya adalah tamatan dari sekolah-sekolah itu.
Keberhasilan propaganda pertama semakin menambah
keyakinan Saamsuridjal dan kawan-kawan. Dari jumlah anggota yang
terjaring tersebut sudah dirasa cukup untuk mengembangkan organisasi
yang kemudian membentuk JIB cabang Batavia dan siap menjadi embrio
bagi perluasan JIB ke daerah-daerah lainnya. Pada 15 Februari 1925,
rapat propaganda dilakukan di Yogyakarta yang dilanjutkan di Solo, dan
kemudian di Madiun. Propaganda JIB ini mendapat sambutan para
pelajar menengah MULO, AMS serta sebagian lainnya adalah tamatan
sekolah-sekolah itu dari ketiga daerah tersebut. Dengan terbentuknya
Pengurus Besar JIB yang bertanggung jawab dalam usaha propaganda
bagi pengembangan wilayah Jawa, perluasan propaganda JIB semakin
lancar. Seperti, Sjahbudin Latief untuk daerah Yogyakarta, Solo dan
Madiun, Mohammad Koesban dan Kasman ke Purworejo dan Kutoarjo,
serta Samsuridjal dan Agus Salim ke Bandung.
Materi yang biasa dibawakan dalam rapat propaganda berkisar
tentang bagaimana menumbuhkan kesadaran dan pengembangan
pergerakan nasional Indonesia, dan perlunya usaha untuk memperteguh
nilai-nilai kebudayaan Indonesia. Dalam rapat itu dibicarakan
kedudukan atau derajat bangsa pribumi yang tertindas oleh bangsa
penjajah. Mereka melihat bahwa pihak penjajah dengan usaha-usahanya
yang sangat halus melalui jalur pendidikan telah menjauhkan para
pemuda Indonesia dari akar budayanya. Mereka berkesimpulan bahwa
80 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya