Page 83 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 83
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Jawa, tetapi pihak keluarga gadis tidak menyetujuinya, karena berlainan
suku. JSB membela dan memihak perkawinan antar suku, akhirnya
kedua anak muda itu mencapai cita-citanya untuk membina rumah
tangga.
Mohammad Yamin merupakan pimpinan JSB yang secara intens
membangun hubungan dengan pembinaan faham rasa kebangsaan
Indonesia. Walupun demikian, pada 1920 cita-cita kebangsaan
Indonesia masih samar-samar. Bahkan, Mohamaad Yamin sendiri pada
1920 itu belum berpegang pada faham kebangsaan Indonesia. Ia masih
bergerak dalam lingkungan daerah, seperti pada bunyi sajaknya,
“Andalas, Tanah Airku” yang menganggap Andalas atau Sumatera
sebagai Nusa Harapan. Saat itu, Mohammad Yamin yang baru berusia
17 tahun telah membawa perubahan pemaknaan dari Minangkabau
menjadi Andalas.
Terlebih, para guru Belanda, utamanya pengajar Ilmu Sejarah
dan Ilmu Bumi selalu mengajarkan bahwa “Molukken is het verleden, Java
is het heden en Sumatra is de toekomst” (Maluku masa lalu, Jawa masa
sekarang dan Sumatera masa yang akan datang). Semboyan ini harus
dilihat dari konstruksi pemikiran Belanda yang mengandung tafsir
kolonialis ekonomi, bahwa Maluku sudah diperas dan tidak
menghasilkan keuntungan besar lagi bagi Belanda, seperti pada masa
VOC di abad 17 dengan rempah-rempahnya. Adapun, pulau Jawa sejak
abad 19 hingga abad 20 memang sedang mendatangkan keuntungan
besar bagi Belanda dengan hasil perkebunannya, seperti kopi, kina,
karet, nila, dan lain-lain dengan tenaga kerja murah dan melimpah.
Dengan demikian, Jawa ditafsirkan sebagai “masa kini”. Sedangkan,
Sumatera mengandung banyak tambang, seperti minyak tanah, batu
bara, gas bumi, timah, dan logam.
Walaupun demikian, anggota-anggota JSB telah memiliki
kepercayaan terhadap kekuatan Indonesia Raya. Pada saat itu, JSB,
selain mengenang segala sesuatu yang telah dilakukannya atau
dicapainya, lebih utama lagi mencetuskan gagasan-gagasan baru yang
akan dihadapinya. Salah satu hal yang sangat dirasakan oleh para
anggota JSB ialah tentang bahasa. Sampai saat itu, dalam lingkungan
JSB menggunakan bahasa Belanda secara luas. Pada lustrum pertama
JSB di Jakarta 1923, Mohammad Yamin mencetuskan gagasan yang
disampaikan dalam pidatonya, berjudul “De Maleische Taal in het
Verleden, heden en in de toekomst” (“Bahasa Melayu Pada Masa Lampau,
Masa Sekarang, Dan Masa Yang Akan Datang”). Pidato Mohamad
Yamin ini menuai berbagai macam tanggapan. Sebagian besar
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 75