Page 79 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 79
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
lainnya. Begitu pula, saat menerangkan dan menggambarkan sifat-sifat
khas kebudayaan Jawa, ia terbawa pada penilaian subyektivitas yang
berlebihan. Hal ini menyebabkan munculnya kritik-kritik tajam yang
berkembang menjadi perdebatan politik, sehingga ketua sidang merasa
perlu untuk menangguhkan rapat itu. Walaupun dalam kenyataannya,
dokter Satiman merasa bahwa ia telah melampaui batas, dan saat
beristirahat ia menemui lawan-lawan diskusinya serta meminta maaf
atas pernyataan-pernyataan yang membawa pada suasana
ketersinggungan suku-suku lainnya. Perdebatan itu merupakan kejadian
unik dari konperensi saat itu.
Kongres Kebudayaan Jawa yang berlangsung selama 5 hari
dapat berjalan dengan lancar, terlepas dari “insiden Satiman” yang
sempat menyebabkan suasana suram. Namun, kondisi itu segera pulih
kembali dengan adanya sikap-sikap yang meyakinkan dari para
pembicara lainnya. Pelaksanaan kongres di dalam suasana kebudayaan
yang damai di Solo, menjadikan para peserta menyadari pentingnya
manfaat mempertahankan serta mengembangkan kebudayaan Jawa
sesuai sifat-sifatnya sendiri di tengah perkembangan sistem pendidikan
20
gaya Barat saat itu . Pada kongres-kongres Jong Java selanjutnya,
seperti Kongres ke-III nya di Solo pada 1920 dan Kongres ke-IV pada
1921 di Bandung pembicaraan sekitar semi politik masih terus
berlangsung. Namun demikian, mengenai sikap Jong Java terhadap aksi
dan propaganda politik belumlah jelas. Ketidakjelasan sikapnya terhadap
persoalan politik itu menjadikan langkah Jong Java dalam
mengakomodasi usulan-usulan yang berkaitan dengan pembangunan
kolektif suku bangsa Indonesia, terutama pada kalangan pelajar-pelajar
dan pemuda mengalami hambatan.
Berbagai pernyataan berkaitan hubungan Jong Java dengan
aktivitas politik bangsa Indonesia dan, khususnya kaum pergerakan baru
terjawab ketika pada Kongres ke-V di Solo pada Mei 1922, Jong Java
dengan tegas memutuskan bahwa secara organisasi dan individual
anggota Jong Java tidak diperbolehkan mencampuri urusan politik,
termasuk menghadiri aksi dan propaganda politik. Hal itu semakin
diperkuat dengan keputusan Kongres Luar Biasa Jong Java pada
Desember 1922 yang menetapkan bahwa tujuan Jong Java hanyalah
mengadakan hubungan antar murid sekolah menengah, mempertinggi
perasaan untuk kebudayaan sendiri, menambah pengetahuan umum dari
21
para anggota, dan melakukan olah raga .
Berkaitan dengan keputusan ini, bagi anggota Jong Java yang
menginginkan dirinya untuk terjun dalam bidang politik hanya
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 71