Page 84 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 84

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                menyambut  dengan  gembira  gagasan  untuk  menjadikan  suatu  bahasa
                yang  dapat  digunakan  oleh  antar  suku  bangsa  yang  sangat  beragam
                bahasa  dan  kebudayaannya.  Namun,  sebagian  golongan  tua
                mengkhawatirkan  bahwa  gagasan  Yamin  tersebut  akan  dianggap
                Pemerintah  Kolonial  Belanda  sebagai  usaha  politik  yang  akan
                menyulitkan  kedudukan  Belanda .  Selain  itu,  Mohammad  Yamin
                                                 24
                melontarkan gagasan lagi tentang perlunya sebuah Majalah Kebudayaan
                yang  diberi  nama  “Malaya”.  Keberadaan  majalah  ini  ditujukan  untuk
                merangkul dan mengambil hati penduduk Malaya yang masih berada di
                bawah penjajahan Inggris.
                        Pada Lustrum pertama JSB juga telah dibuat medali peringatan
                dengan gambar nyiur melambai, disampingnya terdapat kembang melati
                sebagai  lambang  keindahan  Hindia.  Pada  waktu  itu,  diresmikan  pula
                panji  perhimpunan  JSB  yang  bergambar  pelita  menyala  dengan
                semboyan “Pelita Bangsa, Senantiasa” yang memaknai pemuda sebagai
                pelita yang akan selalu menerangi bangsanya. Dalam perkembangannya,
                JSB    semakin    menunjukkan    perjuangan    menuju    menguatnya
                keindonesiaan. Hal ini tercermin ketika JSB dipimpin Mohamad Yamin
                yang  saat  itu  hampir  menamatkan  AMS  dan  hendak  memasuki  RHS
                telah  mengorientasikan  pemikiran  dan  perjuangan    untuk  persatuan
                “Indonesia”.  Ia  menggunakan  faktor-faktor  Sejarah,  Kebudayaan,  dan
                juga  Geo  politik  untuk  menyusun  faham  kebangsaan.  Dalam  hal  ini,
                Mohammad yamin menyatakan bahwa istilah “Indonesia” yang mula-
                mula digunakan dikalangan Ilmu Bahasa, kemudian dipakai oleh sarjana
                Jerman  Adolf  Bastian  pada  1889  dalam  bukunya,  berjudul  “Indonesia
                orde  die  inseln  des  Malayischen  Archipel”  untuk  menunjukkan  persatuan
                                            25
                kebudayaan bangsa Indonesia .
                        Di samping Jong Java dan Jong Sumatranen Bond,  pada 1918
                lahir pula Jong  Ambon yang didirikan oleh pelajar STOVIA, yakni L.
                Tamaela dan J. Kajadu yang bercita-cita menyatukan para pemuda dan
                pelajar  asal  Maluku  di  Jawa  dalam  suatu  perkumpulan.  Inisiatif
                pendirian Jong Ambon, yang  lebih merupakan perkumpulan olah raga
                terutama  sepak  bola  ini,  mendapat  sambutan  baik  di  kalangan  pelajar
                dan  pemuda  dari  daerah  tersebut.  Diantaranya,  Johannes  Latuharhary
                ikut serta dalam memperkuat kesebelasan Jong Ambon.
                        Tampaknya, Jong Ambon mengalami kemunduran, namun pada
                1 Juni 1923 dihidupkan kembali dengan nama Sport en Muziek Vereeniging
                Jong Ambon (SVJA). Walupun demikian, perkumpulan itu tetap dikenal
                dengan nama Jong Ambon yang diketuai  F. Loppies dengan wakilnya
                L.J. Wattimena. Adapun, inti penggerak organisasi ini ialah para pelajar




                76     Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89