Page 72 - Sun Flower Full Naskah
P. 72
“Au… sakit,” Hazel meringis saat ia mencubit lengann-
ya lagi. Ia memang sangat waspada, siapa tahu ia hanya tengah
bermimpi lagi. Meski kadang Hazel bingung sebab ada bebera-
pa hal antara mimpi dan kenyataan yang dijalaninya sekarang
terhubung. Ia belum pulang, masih di lantai pertama kantor
Bunda untuk sekadar rehat dan menikmati segelas green tea.
Dalam pikirannya, ia merangkai lagi beberapa kejadian
dan mimpi yang masih jelas di ingatan. Lucu memang, ia meng-
ingat hal yang belum pernah terjadi padanya. Namun harus
Hazel akui bahwa sekarang ada beberapa hal yang sama. Kalau
saat itu Hazel tak mengingat tempat terakhir di mimpinya, tentu
Hazel tak akan bertemu dengan Bunda. Begitulah, biasanya tak-
dir memang lebih menakjubkan.
Hazel juga masih menunggu sekretaris Bunda yang
akan datang, di sela-sela ia menunggu, Hazel ingin mengirim
pesan pada Mama dan Ayah. Kelak ia akan mengganti ponseln-
ya dengan dua sim-card. Satu untuk menghubungi keluarganya
dan satu untuk kepentingan kerja. Meski Hazel lebih sering ber-
komunikasi lewat media sosial dengan keluarganya di Indone-
sia, terlebih lagi bisa lancar video call.
Dan kali ini rasanya Hazel benar-benar harus mencu-
bit lengannya lagi. Biarlah walaupun hingga memerah, sebab
matanya tak berkedip saat melihat sosok yang mendekat ke
arahnya. Bunda benar, sosok itu memiliki penampilan seperti
Hazel, perempuan itu juga muslimah bahkan usia mereka juga
sama, 23 tahun. Namun bukan karena itu dada Hazel bergem-
uruh.
“Lee So-Ra…” ucap Hazel saat perempuan tadi berdiri
di hadapannya.
“Hai Hae-Seol. Wah, Ny. Shim sudah cerita tentang aku
ya? Ah, bahkan tadi dia juga menyuruhku memanggilnya den-
gan sebutan Bunda.”
Tidak. Bunda belum menceritakan banyak hal tentang
sekretarisnya. Hazel kaku namun segera ia memeluk perem-
puan di hadapannya. Erat. Erat sekali sampai Hazel yakin bah-
wa ia benar-benar tidak sedang bermimpi. Betapa dulu Hazel
66

