Page 68 - C:\Users\danang\Documents\Flip PDF Professional\BUKU-TUNAS-PANCASILA\
P. 68
TUNAS PANCASILA
kita sebut sebagai substansi (sejati) dan aksiden Menggunakan diksi kemanusiaan dan bukan diksi
(bukan sejati). Substansi adalah sesuatu yang manusia menunjukkan bahwa para pendiri bangsa
merupakan dasar, hakikat, dan inti dari sesuatu. ingin agar setiap warga bangsa bisa dan mampu
Substansi inilah yang nantinya membuat kita bisa mengenali hakikat atau sesuatu yang sejati dari
membedakan sesuatu satu dengan sesuatu yang dirinya (manusia), bukan hanya mampu mengenali
lain. Adapun aksiden adalah gambaran, permukaan, manusia dalam rupa, bentuk, dan jenisnya semata.
atau sesuatu yang bukan kesejatian dari sesuatu
tersebut. Misalnya, istilah “kekursian” dan “kursi”. Lalu apa hakikat atau substansi manusia itu?
Dua istilah ini tentu berbeda. Kekursian adalah kata
yang menunjuk pada kemendasaran atau kesejatian Para pendiri bangsa kita tidak hanya jeli dan
dari kursi. Kekursian adalah sesuatu yang paling hebat, melainkan juga arif. Selain menempatkan
inti dari konsep kursi, karenanya seseorang bisa diksi kemanusiaan dalam teks Pancasila sebagai
mengenali setiap kursi bagaimanapun perbedaan upaya menemukan kesejatian manusia, mereka
rupa, bentuk, dan bahannya. Kekursian yang juga meninggalkan tanda, bahwa yang sejati dari
terdapat dalam kursi itulah yang membuat akal kita kemanusiaan adalah adil dan beradab. Adil sendiri
bisa mengenali setiap kursi yang berbeda-beda di adalah sebuah konsep yang tidak kita temukan
kehidupan kita. di realitas luar kehidupan kita. Kita tidak bisa
menemukan adil sebagaimana manusia yang bisa
Sementara itu, kursi adalah kata yang bisa kita kita lihat bentuknya, rupanya, dan aktivitasnya.
perlakukan secara universal dan partikular. Jika Meski adil tidak memiliki bentuk atau realitas di
kita mengatakan “kursi” tanpa membatasinya luar kehidupan kita, tetapi kita bisa mengenalinya
dengan predikat apa pun, maka dia menjadi konsep melalui abstraksi atau pengamatan kita terhadap
universal, sebab konsep kursi seperti itu bisa kita aktivitas yang menunjukkan adil itu sendiri. Misalnya,
terapkan pada jenis-jenis kursi yang ada seperti seorang koruptor dituntut jaksa 15 tahun penjara
kursi sekolah, kursi kantor, kursi pijat, dsb., betapa atas perbuatannya, dan hakim pun memutuskan
pun kursi itu berbeda jenisnya. Sedangkan jika demikian. Sikap jaksa dan hakim inilah yang kita
kita mengatakan “kursi sekolah”, maka kita telah sebut adil. Kita bisa menyebut adil perbuatan
menjadikan kata kursi menjadi partikular sifatnya. jaksa dan hakim tersebut, karena kita mengamati
Alasannya karena kita telah mempredikasikan perbuatan jaksa dan hakim tersebut sebagai sesuatu
sekolah kepada kursi. Memberikan predikat pada yang adil, meskipun perbuatan jaksa dan hakim
subjek berarti membatasi subjek. Membatasi subjek bukanlah wujud adil itu sendiri.
dengan predikat berarti menyempitkan makna dari
subjek tersebut. Pernyataan seperti “kursi sekolah” Oleh karena itu, adil bukanlah benda yang berwujud
sama saja dengan ingin mengatakan “kursi yang itu sebagaimana kita dan benda lainnya. Namun, adil
saja bukan kursi yang lain”. Dengan demikian, karena adalah benda abstrak yang baru dapat kita pahami
makna subjek menjadi terbatas, maka kursi dalam ketika terimplementasi dalam wujud laku manusia.
konteks ini partikular sifatnya. Sekali lagi, alasannya Dengan demikian, kemanusiaan yang adil adalah
kursi “kursi sekolah” (hanya) menunjukkan bahwa kemanusiaan yang mampu memperlakukan manusia
kursi yang dimaksud bukanlah keseluruhan jenis tanpa pernah melihat atribut-atribut yang terpasang
kursi, melainkan sebagian atau satu jenis kursi saja, di diri manusia mana pun. Si kaya tidak menghina si
kursi sekolah. miskin karena hartanya, penguasa tidak menindas
rakyat karena kekuatannya, si putih tidak menghina
Meski demikian, baik kursi dalam konteks si hitam karena kulitnya, dan sebagainya. Namun,
universal maupun partikular, hanya menunjukkan kemanusiaan yang adil itu adalah kemanusiaan yang
penampakan atau gambaran dari kursi saja, tetapi memperlakukan manusia setara secara proporsional
bukan substansi dari kursi itu sendiri. Meski banyak berdasarkan prestasi dan kontribusi yang ia lakukan
orang mungkin bisa mengenali jenis kursi, tetapi di kehidupan sosial. Kamanusiaan yang adil adalah
belum tentu orang tersebut bisa memahami apa kemanusiaan yang mengapresiasi manusia dengan
kekursian itu (apa yang sejati dari kursi itu?). adil, bukan menghina, mengolok-olok, apalagi
Di sinilah kita memahami bahwa para pendiri menindas mereka atas nama logika kuat-lemah.
bangsa ini sangat luar biasa hebat dan jelinya.
54