Page 53 - modul Pembelajaran Studi AGama kontemporer
P. 53

Tipologi liberal progresif lebih merujuk pada perhatian intelektual

                                muslim  terhadap  kondisi  kultural  yang  ada,  baik  dalam  bidang  politik
                                maupun  keagamaan,  mengenai  keadilan  sosial,  keadilan  gender,  dan

                                pluralism. Intinya pada pemaknaan kata liberal progresif disini sebenarnya
                                lebih diarahkan pada reformasi yang diarahkan pada pemahaman Islam.

                                Dengan istilah lain yang diungkapkan Hasan Hanafi kiri Islam-nya, yakni

                                melakukan  transformasi  masyarakat.  Adapun  tokoh  institusi  liberal
                                progresif yaitu Imam Aziz, Jadul Maula, LkiS, ELSAD, Wahid Institute.

                                Bagi cendikiawan yang memiliki pola pemikiran dan aksi Ialam progresif

                                cenderung bertipologi akomodatif kritis dari segala hal.
                                      Aspek yang mempengaruhi liberal progresif akomodatif kritis yaitu:

                                a.  Islam  tidak  boleh  berdiri  sendiri  sehingga  memperhadapkan  Islam
                                   dengan  negara.  Pandangan  ini  didasarkan  pada  pemahaman  regio-

                                   politik bahwa tiap sila dalam pancasila sejalan dengan ajaran-ajaran
                                   Islam. Dalam hal tersebut, liberal progresif berpandangan bahwa tidak

                                   penting dan tidak ada alasan bagi para pendukung Islam politik untuk

                                   meragukan keabsahan Indonesia yang didasarkan pada ideologi non-
                                   agama (pancasila). Implikasi dari pemahaman tersebut, aktivis Islam

                                   politik  tidak  boleh  memperjuangkan  Islam  sebagai  dasar  ideologi
                                   negara untuk menggantikan pancasila. Karena ada yang lebih penting

                                   yakni bagaimana umat Islam memiliki kebebasan dalam menjalankan
                                   ajaran agamanya agar tujuan dan cita-cita Islam tercapai.

                                b. Sepanjang sejarah politik orde baru, umat Islam belum pernah dalam

                                   posisi mampu membangun politik yang kuat, kecuali pada tahun 1955,
                                   itu  pun  tidak  berlangsung  lama.  Dalam  keadaan  itulah  Islam  tidak

                                   mampu memainkan peranannya dalam birokrasi, bahkan didepartemen

                                   agama  sekalipun.  Hal  tersebut  yang  memunculkan  semangat  bahwa
                                   Islam harus melakukan redefinisi atas perspektif politiknya dihadapan

                                   negara.  Perihal  tersebut  dilakukan  agar  menghilangkan  kesenjangan
                                   antara Islam dan negara, yakni mengembangkan hubungan baik antara







                                                              49
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58