Page 617 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 617
karena hiper regulasi? Atau pertanyaan turunan lagi, apakah RUU Omnibus Law ini betul-betul
menghilangkan hiper regulasi? Padahal, kalau RUU Omnibus Law ini disahkan, akan ada ratusan,
lima ratusan lebih peraturan turunan--ini bukannya hiper regulasi lagi?
neutral - Hinca Panjaitan (Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat) Fraksi Partai Demokrat
menyatakan menolak RUU Cipta Kerja ini. Kami menilai banyak hal harus dibahas kembali secara
lebih mendalam dan komprehensif. Kita tak perlu terburu-buru
Ringkasan
Pengambilan keputusan soal omnibus law dilakukan hari ini, Senin (5/10/2020). Wakil rakyat
mengelabui publik, buruh kecolongan. Baru tahun lalu unjuk rasa besar-besaran terjadi di
Indonesia dengan tajuk #ReformasiDikorupsi. Ribuan rakyat dan mahasiswa turun ke jalan
menentang Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang baru
dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang hendak disahkan pemerintah-
DPR di rapat paripurna akhir masa jabatan pada September 2019. Kedua aturan itu dianggap
hanya menguntungkan kelompok elite. Kini masalah yang sama terulang ketika Rancangan
Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Cilaka/omnibus law) disepakati pemerintah dan DPR.
Dalam rancangan omnibus law yang baru juga ditetapkan bahwa perusahaan boleh mematok
hari kerja hingga 6 hari dengan syarat waktu kerja 7 jam dalam 6 hari dengan total 40 jam kerja.
Cuti haid juga tidak diatur dalam omnibus law. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah
mengatakan hal itu nantinya akan mengikuti aturan di UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
BURUH DIABAIKAN PERTANDA OMNIBUS LAW ADALAH AGENDA ELITE BELAKA
Pengambilan keputusan soal omnibus law dilakukan hari ini, Senin (5/10/2020). Wakil rakyat
mengelabui publik, buruh kecolongan.
Baru tahun lalu unjuk rasa besar-besaran terjadi di Indonesia dengan tajuk #ReformasiDikorupsi.
Ribuan rakyat dan mahasiswa turun ke jalan menentang Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang baru dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang hendak disahkan pemerintah-DPR di rapat paripurna akhir masa jabatan pada
September 2019. Kedua aturan itu dianggap hanya menguntungkan kelompok elite.
Kini masalah yang sama terulang ketika Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja
(Cilaka/omnibus law) disepakati pemerintah dan DPR.
Sedikit publik yang mengetahui bahwa pembahasan revisi UU KPK berjalan di DPR kemudian
disahkan begitu saja. Pembahasan itu juga berlangsung sangat cepat, kira-kira hanya 15 hari.
Hitungan ini dimulai dari rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 3 September 2019,
berbarengan dengan pembahasan usulan revisi untuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018
tentang MPR, DPR dan DPD dan DPRD (biasa disebut UU MD3) sampai pada pengesahan UU
KPK yang baru tanggal 17 September 2019.
Revisi itu dilakukan tanpa melibatkan pihak terdampak, yakni KPK. Ketua KPK saat itu, Agus
Rahardjo, mengakui tidak ada kontribusi dari pimpinan KPK terhadap poin-poin revisi tersebut.
Mahasiswa yang awalnya berniat menolak revisi tersebut merasa kecolongan. Mereka tidak
menyangka bahwa pemerintah dan DPR benar-benar mengebut pembahasan dan tetap
mengesahkan UU KPK yang baru tanpa mempertimbangkan aspirasi mahasiswa dan berbagai
kelompok masyarakat sipil.
616

