Page 28 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 NOVEMBER 2020
P. 28

Kedua, PKWT atau Karyawan Kontrak Seumur Hidup. UU No 11 Tahun 2020 menghilangkan
              periode batas waktu kontrak yang terdapat di dalam Pasal 59 UU No 13 Tahun 2003.

              Akibatnya, pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang dan terus-menerus tanpa batas periode
              menggunakan PKWT atau karyawan.

              Dengan  demikian,  PKWT  (karyawan  kontrak)  bisa  diberlakukan  seumur  hidup  tanpa  pernah
              diangkat menjadi PKWTT (karyawan tetap). Hal ini berarti, tidak ada job security atau kepastian
              bekerja.

              Padahal dalam UU No 13 Tahun 2003, PKWT atau karyawan kontrak batas waktu kontraknya
              dibatasi maksimal 5 tahun dan maksimal 3 periode kontrak.

              Dengan  demikian,  setelah  menjalani  kontrak  maksimal  5  tahun,  maka  karyawan  kontrak
              mempunyai  harapan  diangkat  menjadi  karyawan  tetap  atau  permanen  apabila  mempunyai
              kinerja  yang  baik  dan  perusahaan  tetap  berjalan.  Tetapi  UU  11  Tahun 2020  menghilangkan
              kesempatan dan harapan tersebut.

              Ketiga, Outsourcing Seumur Hidup. UU No 11 Tahun 2020 mengapus Pasal 64 dan 65 UU No 13
              Tahun 2003. Selain itu, juga menghapus batasan 5 (lima) jenis pekerjaan yang terdapat di dalam
              Pasal 66 yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning
              service, cattering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.

              Dengan  tidak  adanya  batasan  terhadap  jenis  pekerjaan  yang  boleh  menggunakan  tenaga
              outsourcing, maka semua jenis pekerjaan di dalam pekerjaan utama atau pekerjaan pokok dalam
              sebuah perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing.

              Hal  ini  mengesankan  negara  melegalkan  tenaga  kerja  diperjual  belikan  oleh  agen  penyalur.
              Padahal di dunia internasional, outsourcing disebut dengan istilah modern slavery (perbudakan
              modern).

              Dengan sistem kerja outsourcing, seorang buruh tidak lagi memiliki kejelasan terhadap upah,
              jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan kepastian pekerjaannya. Karena dalam praktik, agen
              outsourcing sering berlepas tangan untuk bertanggungjawab terhadap masa depan pekerjanya.

              Hal ini, karena, agen outsourcing hanya menerima "success fee" per kepala dari tenaga kerja
              outsourcing yang digunakan oleh perusahaan pengguna ( user ). Oleh karena itu, KSPI meminta
              penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya dibatasi 5 jenis pekerjaan saja sebagaimana diatur
              dalam UU No 13 Tahun 2003.


              Keempat, Nilai Pesanghon Dikurangi. UU No 11 tahun 2020 mengurangi nilai pesangon buruh,
              dari  32  bulan  upah  menjadi  25  upah  (19  dibayar  pengusaha  dan  6  bulan  melalui  Jaminan
              Kehilangan  Pekerjaan  yang  dibayarkan  BPJS  Ketenagakerjaan).Hal  ini  jelas  merugikan  buruh
              Indonesia,  karena  nilai  jaminan  hari  tua  dan  jaminan  pensiun  buruh  Indonesia  masih  kecil
              dibandingkan dengan beberapa neagra ASEAN. Bandingkan dengan Malaysia. Di sana, jumlah
              pesangon antara 5-6 bulan upah. Tetapi nilai iuran jaminan hari tua dan pensiun buruh Malaysia
              mencapai 23%.

              Sedangkan buruh Indonesia nilai JHT dan pensiunnya hanya 8,7%. Akibat nilai jaminan sosial
              yang lebih kecil itulah, wajar jika kemudian negara melindungi buruh melalui skema pesangon

                                                           27
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33