Page 32 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 NOVEMBER 2020
P. 32

Konfederasi  Serikat  Pekerja  Seluruh  Indonesia  (KSPSI)  dan  Konfederasi  Serikat  Pekerja
              Indonesia (KSPI) resmi memasukkan pengajuan uji materi ke MK. Presiden KSPSI Andi Gani
              Nena Wea meyakini MK akan berpihak pada jalur kebenaran dan keadilan. "Kami memilih jalur
              konstitusional karena MK merupakan benteng keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ha-
              kim-hakim di MK juga penuh integritas dalam memutuskan UU Cipta Kerja nantinya," ujarnya di
              Jakarta, Selasa (3/11/2020).


              Andi Gani menilai, UU Cipta Kerja ini merampas masa depan buruh. Menurutnya, buruh akan
              mengawal secara penuh sidang gugatan terhadap UU Cipta Kerja. Buruh siap memenuhi sidang
              dengan aksi didepan Gedung MK "Kita akan penuhi setiap sudut Mahkamah Konstitusi di setiap
              sidang. Tentunya dengan damai dan penuh kesejukan," ujarnya.


              Pengamat  ketenagakerjaan  yang  juga  Sekjen  Organisasi  Pekerja  Seluruh  Indonesia  (OPSI)
              Timboel Siregar mengatakan, sebenarnya penandatanganan dan penomoran ini tidak bermakna
              khusus karena ditandatangani atau tidak, dalam waktu 30 hari, undang-undang ini akan tetap
              sah dan berlaku.

              Namun, dia sangat menyayangkan karena setelah ditandatangani pun masih ada pasal yang
              tidak benar dalam penulisannya. "Seperti Pasal 5 yang memang tidak ada ayatnya tapi disebut
              ada di Pasal 6 sehingga mengesankan UU ini penuh dengan ketidaksiapan. Adalah wajar bila
              masyarakat menilai pembuatan UU ini tidak buat secara baik," ujarnya.

              Disebutkan,  UU  Cipta  Kerja  ini  khususnya  klaster  ketenagakerjaan  memuat  pasal-pasal  yang
              menurunkan perlindungan bagi pekerja.

              Oleh karena itu, serikat pekerja dan serikat buruh (SP/SB) mengajukan judicial review (JR) ke
              MK dengan dasar pijakan melanggar UUD 1945.

              Beberapa pasal yang hendak di JR antara lain Pasal 59 tentang perjanjian kerja waktu tertentu
              yang memang tidak memberikan kepastian bekerja bagi pekerja. Dengan kontrak kerja maka
              pekerja akan mudah di-PHK. Dengan dibukanya ruang kontrak kerja lebih lama lagi, yang akan
              diatur di peraturan pemerintah (PP), maka semakin ada ketidakpastian hak pekerja untuk bekerja
              sehingga  hak  asasi  pekerja  mendapatkan  pekerjaan  yang  layak,  sesuai  amanat  UUD  1945,
              menjadi tidak pasti.

              Demikian juga dengan Pasal 66 tentang outsourcing yang tidak lagi mensyaratkan pekerjaan
              penunjang  yang  boleh  di-outsourcing  akan  menjadikan  pekerja  makin  kehilangan  hak  untuk
              mendapatkan pekerjaan yang layak.

              Pasal  88  tentang  upah minimum  pun di  UU  Cipta  Kerja  akan  membuka  peluang  lebih besar
              pekerja tidak mendapatkan upah yang layak. Kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi daerah
              atau  pertumbuhan  ekonomi  daerah  memastikan  upah  pekerja  akan  sulit  menggapai
              kesejahteraannya.

              Masalah dihapuskannya alasan PHK dan kompensasi PHK di UU Cipta Kerja akan menyebabkan
              hak asasi pekerja untuk mendapat pekerjaan yang layak juga semakin sulit. Tentunya ini akan
              mendorong kemiskinan pekerja dan keluarganya.

              "Saya kira serikat pekerja dan buruh saat ini fokus pada upaya untuk JR dengan petitumnya
              yaitu membatalkan pasal-pasal tersebut yang ada di UU Cipta Kerja sehingga kembali ke UU
                                                           31
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37