Page 85 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 FEBRUARI 2021
P. 85
Tahun lalu, peserta Kartu Prakerja mendapat sertifikat dan uang saku Rp2,4 juta yang diberikan
bertahap dalam 4 bulan setelah menyelesaikan pelatihan.
Langkah pemerintah menghapus BSU disayangkan karena penggantinya dalam bentuk insentif
melalui Kartu Prakerja masih belum jelas.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan
mengkritik langkah pemerintah yang menaikkan anggaran program Kartu Prakerja dan
dialihkannya BSU pada program ini. Pasalnya, pelaksanaan program peningkatan ketrampilan ini
tidak terlalu mulus.
Masih banyak yang harus diperbaiki oleh pemerintah dalam implementasi penyaluran program
tersebut. Fitra sendiri, kata Misbah, sudah mendesak agar program ini diberhentikan sementara
sembari pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh.
Sayangnya usul tersebut tidak digubris oleh pemerintah. "Ketika implementasinya masih banyak
masalah, seharusnya program ini ditangguhkan dulu, dilakukan evaluasi dan redesain. Dan hasil
evaluasinya juga dipublikasikan, agar pelaksanaannya bisa diawasi oleh masyarakat," katanya
kepada Lokadata.id, Jumat (5/2/2021).
Sejumlah persoalan yang menjadi catatan Fitra dan tidak kunjung diselesaikan adalah peserta
yang tidak tepat sasaran, yakni di luar dari pencari kerja dan korban PHK, serta indikator
kelulusan peserta yang tidak jelas.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Developments of Economics
and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Tanpa adanya evaluasi dan pembenahan menyeluruh,
program Kartu Prakerja berpotensi mengulangi kesalahan yang sama seperti tahun lalu.
Program itu hanya akan membuang-buang alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang didapatkan dari utang negara. "Memang harus dilakukan evaluasi, karena dari
catatan yang ada masih banyak masalah dalam penyalurannya. Kalau tidak ada evaluasi,
dikhawatirkan akan salah sasaran dan tidak sesuai dengan tujuan utama program," katanya.
Hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pun mendukung pernyataan tersebut.
Dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang hasilnya dikeluarkan pada November
2020, diketahui program Kartu Prakerja salah sasaran.
Mereka yang lebih banyak menikmati program ini justru yang sudah bekerja, ketimbang para
pencari kerja atau korban PHK. Dari Survei yang dilakukan pada Agustus 2020 tersebut, BPS
menyimpulkan dua dari tiga penerima Kartu Prakerja adalah mereka yang sudah bekerja.
Selebihnya, hanya seperlima dari penerima Kartu Prakerja yang berstatus pengangguran, dan
sepersepuluh lagi diisi oleh mereka yang berasal dari kelompok bukan angkatan kerja.
Kepala BPS Suhariyanto memberikan catatan khusus: 63 persen peserta yang menerima bantuan
Prakerja, berstatus pekerja penuh. Hanya 36 persen yang pekerja paruh waktu alias setengah
menganggur.
Kesalahan sasaran ini, kata Tauhid, dapat menyebabkan dua kegagalan dalam program Kartu
Prakerja. Pertama, tak adanya peningkatan keterampilan para pencari kerja. Kedua, melesetnya
bantuan sosial bagi pengangguran yang terdampak akibat pandemi Covid-19.
Jika salah sasaran, maka manfaat program terhadap perekonomian pun dikatakannya juga
bakalan tidak optimal. Ia mengatakan, dalam banyak kasus penerima Kartu Prakerja yang salah
sasaran, bantuan yang didapatkan justru disimpan di bank dibanding dibelanjakan. Padahal
tujuan utama bantuan ini tidak lain untuk menggerakkan ekonomi.
84

