Page 353 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 353
Aziz, demonstran dari Banten, Jawa Barat menyebut bahwa ia dan kawan-kawan telah
melumpuhkan jalan raya Serang sebagai upayanya didengarkan oleh pemerintah.
Sejak beberapa hari lalu, buruh di salah satu perusahaan swasta ini sudah aktif turun ke jalan
dan menyuarakan aspirasinya. Tuntutannya, tidak jauh berbeda dengan yang disebutkan Ade.
Aziz mengaku paham dengan konsekuensi yang menghadangnya, PHK dari perusahaan. Namun,
ia ragu tempatnya bekerja akan mem-PHK buruh yang mogok kerja. "Wong, semuanya mogok
kok, memang bisa PHK semua buruh?" imbuh Aziz mengakhiri.
Sebelumnya, kalangan pengusaha mengancam memutuskan hubungan kerja (PHK) dengan
buruh yang ikut dalam aksi mogok kerja nasional dalam rangka menolak Omnibus Law Ciptaker.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani bilang bahwa secara
hukum, PHK diperbolehkan karena mogok nasional yang dilakukan buruh dianggap tidak sah
lantaran bukan dikarenakan kegagalan perundingan.
Dasar hukum yang dimaksud Shinta, yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Pada pasal 137 berbunyi: Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat
pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya
perundingan.
Sedangkan, mengutip Pasal 3 Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 232 Tahun 2003
tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah, disebutkan mogok kerja tidak sah apabila
dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan.
Oleh karenanya, Shinta menilai sanksi dapat diberikan. Namun, bukan sanksi PHK yang langsung
diambil, melainkan pemanggilan selama tiga kali. Jika yang bersangkutan tak memenuhi
panggilan atau mangkir, maka sanksi PHK dapat diberikan.
"Prinsip harus kembali ke UU, di UU Nomor 13 sangat jelas kalau pekerja tidak bekerja dan ada
pemanggilan dan bisa diberikan peringatan dan kalau peringatan sudah tiga kali berturut-turut,
memang dia (pekerja) bisa di-PHK," katanya beberapa waktu lalu.
(wel/bir).
352