Page 119 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 119

Menurut Indra, pemerintah harus membuka draf RUU yang final ke publik dan membuka dialog,
              bukan terburu-buru membahas rancangan PP tanpa landasan draf RUU yang jelas.
              Terkait  proses  formil  ini,  serikat  buruh  lewat  Gekkanas  tidak  hanya  akan  menggugat  ke
              Mahkamah Konstitusi, tetapi juga menggugat dari aspek keterbukaan informasi publik. "Saat ini
              sedang dikaji. UU Keterbukaan Informasi Publik memungkinkan pidana terhadap kebohongan
              publik," katanya.

              Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan,
              di satu sisi, simpang siur informasi di tengah publik memang ada. Hal ini, antara lain, disebabkan
              ketidakjelasan draf yang beredar. Namun, di sisi lain, sejumlah klarifikasi dari pemerintah tidak
              jujur, parsial, dan simpang siur.

              Padahal, yang dibutuhkan publik adalah kejujuran dan kepastian. Pemerintah dan DPR diminta
              segera  membuka  draf  RUU  yang  final  serta  memberi  penjelasan  komprehensif  agar  tidak
              menambah kesimpangsiuran informasi.
              "Selagi  rakyat  berjuang  di  Mahkamah  Konstitusi,  pemerintah  seharusnya  jujur  saja.  Jangan
              terburu-buru  dan  tertutup.  Beri  kepastian,  apa  jaminannya  RUU  ini  nanti  tidak  akan
              mendegradasi hak dan perlindungan buruh?" katanya.

              Parsial

              Jika  dibandingkan  dengan  substansi  draf  paling  terakhir  yang  berjumlah  905  halaman  dan
              diterima langsung dari pimpinan Badan Legislasi DPR sebelum Rapat Paripurna, 5 Oktober 2020,
              beberapa penjelasan pemerintah masih parsial dan melenceng dari isi draf.

              Sebagai  contoh,  keberadaan  upah  minimum  memang  tidak  dihapus.  Namun,  keberadaan
              komponen upah minimuMKabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan sektor (UM-SP atau
              UMSK) hilang karena Pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
              dihapus  dari  draf  RUU  Presiden  Konfederasi  Serikat  Pekerja  Indonesia  (KSPI)  Said  Iqbal
              mengatakan, penghapusan UMSP dan UMSK itu tidak adil terhadap pekerja di sejumlah sektor,
              seperti  otomotif  dan  pertambangan.  UMK  yang  dibuat  tidak  wajib  itu  juga  bisa  mengurangi
              standar upah minimum pekerja di sejumlah daerah, "Nilai upah minimum mereka jadi sama
              dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk. Itulah sebabnya, di banyak negara berlaku
              upah minimum sektoral," katanya.

              Isu  mengenai  PHK  sepihak  juga  dinilai  tidak  tepat.  Sebab,  mengacu  pada  draf,  keharusan
              pengusaha  memberi  surat  peringatan  sebanyak  tiga  kali  sebelum  mem-PHK  pekerja  karena
              melakukan kesalahan, sebagaimana diatur di Pasal 151 Ayat (3), dihapus.

              Demikian  pula  Pasal  155  UU  Ketenagakerjaan,  yang  mengatur  PHK  yang  dilakukan  tanpa
              penetapan pengadilan otomatis batal demi hukum, dihapus. "Jadi, klarifikasi Presiden tidak tepat
              karena PHK sepihak tetap bisa dilakukan dengan melihat ketentuan-ketentuan yang sekarang
              diatur di RUU Cipta Kerja," kata Timboel.

              Perihal penghapusan cuti juga menjadi sorotan. Presiden mengatakan cuti tidak dihapus, tetapi
              faktanya, draf RUU Cipta Kerja menghapus kewajiban pengusaha memberi cuti panjang kepada
              pekerja. Dalam RUU Cipta Kerja, ketentuan yang sebelumnya wajib di UU Ketenagakerjaan itu
              diserahkan pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan masing-masing.

              Hal lain, dalam paparannya, mengacu pada draf versi 905 halaman, Menteri Ketenagakerjaan
              Ida Fauziyah mengklaim tidak ada penghapusan sanksi. Namun, draf RUU Cipta Kerja justru
              menghapus Pasal 184 UU Ketenagakerjaan tentang sanksi untuk pengusaha yang mem-PHK
              pensiunan tanpa jaminan pensiun dan uang pesangon.


                                                           118
   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124