Page 387 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 387

Disharmoni  regulasi  itu,  tentu  saja  dapat  berakibat  tidak  efektifnya  pelaksanaan  dari  setiap
              aturan  yang  ada  sehingga,  dalam  rangka  'menertibkan'  aturan  yang  tumpang  tindih  tadi,
              omnibus law  diharapkan mampu menjawab tantangan itu.

              Apalagi, terhadap isu-isu besar yang sifatnya krusial. Artinya, secara konseptual, UU Omnibus
              Law Ciptaker ini, sebenarnya satu kebutuhan hukum modern yang memiliki maksud dan tujuan
              yang baik.

              Secara prosedural, pembentukan UU Omnibus law Ciptaker ini sebenarnya telah melalui proses
              pembahasan yang tidak sebentar dan sangat terbuka, juga melibatkan partisipasi dan masukan
              berbagai elemen masyarakat.

              UU Omnibus Law Cipta ker yang sudah disahkan ini, setidaknya mengandung 11 klaster yang
              mengatur persoalan multisektor. Mulai dari ketenagakerjaan hingga isu lingkungan hidup. Dari
              11 kluster itu, suara penolakan terhadap UU Ciptaker ini lebih banyak ditujukan pada Bab IV
              tentang Ketenagakerjaan yang dianggap mengandung pasal-pasal bermasalah dan kontroversial
              terkait hak buruh. Sebagai contoh, informasi yang mengatakan hilangnya hak pesangon dalam
              UU Ciptaker. Padahal, persoalan pesangon masih diatur dengan jelas di dalam UU itu.

              Informasi  yang  banyak  beredar  di  ruang  publik  juga  menyatakan,  dengan  berlakunya  UU
              Ciptaker itu, aturan pengupahan terhadap buruh akan dihitung perjam. Padahal, kalau kita lihat
              Pasal 88B UU Ciptaker tidak ditemukan ketentuan demikian meskipun ketentuan di pasal itu
              menyatakan upah ditetapkan dengan satuan waktu. Namun, hal itu tidak bisa langsung diartikan
              menjadi upah perjam.

              Informasi yang salah seperti ini juga tampak dalam hak cuti dan jaminan sosial. Padahal, dalam
              UU Ciptaker ini, yaitu pada BAB IV tentang Ketenagakerjaan, hak-hak itu masih diatur dengan
              ketentuan  yang  lebih  baik.  Bahkan,  diikuti  penambahan  hak  baru  yaitu  jaminan  kehilangan
              pekerjaan.

              Selanjutnya  terkait  persoalan  PHK,  UU  Ciptaker  masih  mengatur  hal  ini  dengan  tetap
              menetapkan proses, prosedur, dan persyaratan yang panjang. Artinya, perlindungan terhadap
              buruh atas PHK yang diatur dalam UU Ciptaker ini masih sangat proporsional.

              Bahkan di sisi lain, dalam hal pekerja yang terikat perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), UU
              Ciptaker menetapkan terobosan baru, dengan memberikan kompensasi bagi pekerja. Termasuk,
              dalam  hal  penggunaan  TKA,  UU  Ciptaker  masih  menetapkan  syarat,  keadaan,  dan  prosedur
              tertentu  bagi  perusahan  dalam  memperkerjakan  TKA.  Hal  itu  melindungi  kepentingan  buruh
              dalam negeri.

              Persepsi masyarakat  Intinya, narasi yang banyak beredar di ruang publik, yang menyebutkan
              UU Ciptaker dapat menghilangkan atau mengurangi hak-hak buruh yang selama ini sudah diatur
              dalam UU yang telah ada, yaitu UU No 13/2003 tentang Ketenaga kerjaan ialah narasi yang tidak
              berdasar.

              MI/Tiyok  Ilustrasi MI  Karena, secara tekstual, pasal-pasal yang dimaksud, dan yang berkaitan
              dengan sektor ketenagakerjaan dalam UU Ciptaker itu, justru melindungi pekerja dengan konsep
              dan kualitas perlindungan yang lebih baik.

              Dengan kata lain, alasan penolakan sebagian masyarakat terhadap UU Omnibus Law Ciptaker
              ini, lahir dari konklusi atau kesimpulan yang tidak tepat, dan inilah poin penting yang sebenarnya
              menjadi krusial.

              Dalam kacamata lain, penolakan terhadap UU ini menunjukkan, sosialisasi masih kurang massif,
              kurang efektif dan efi sien. Masyarakat perlu terus diberikan informasi, edukasi dan pemahaman


                                                           386
   382   383   384   385   386   387   388   389   390   391   392