Page 534 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 534
Selain itu dia menjelaskan, terkait isu draf final RUU yang harus diserahkan kepada anggota DPR
sebelum Rapat Paripurna berlangsung.
Menurut dia, yang wajib dibagikan sesuai tata tertib DPR adalah pidato Pimpinan DPR pada
pembukaan dan penutupan masa sidang sesuai Pasal 253 ayat 5 Tatib DPR.
"Yang wajib dibagikan sesuai Tatib DPR adalah Pimpinan DPR pada pembukaan dan penutupan
masa sidang sesuai Pasal 253 ayat 5 Tatib DPR, serta bahan rapat kerja dengan pemerintah dan
pakar sesuai Pasal 286," ujarnya.
Anggota Baleg DPR Firman Soebagyo mengaku sedih dengan beredarnya isi draf RUU Cipta Kerja
yang belum final dan sudah tersebar di media sosial sebelum disahkan oleh pemerintah dan DPR
sehingga membuat masyarakat salah mengartikan isi UU tersebut.
Karena menurut dia, draf yang tersebar itu merupakan konsekuensi daripada pembahasan RUU
Ciptaker yang dibahas secara transparan, dan siapapun semua bisa mengikuti melalui zoom dan
kemudian itu disiarkan secara langsung oleh tv parlemen dan itu dikutip oleh tv lainnya.
"Artinya, bahwa memang draft ini dibahas tidak sekaligus final itu masih ada proses-proses yang
memang secara tahap bertahap itu kan ada penyempurnaan. Oleh karena itu, kalau ada pihak-
pihak menyampaikan melalui pandangan lama pastinya akan beda dengan yang final," kata
Firman.
Dia melihat saat ini beredar juga baik dari medsos kemudian melalui viral-viral justru
memprovokasi, baik itu dari buruh maupun masyarakat dan mahasiswa karena kurang akuratnya
data dan informasi yang diperoleh.
Menaker Bantah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah membantah bahwa Undang-
Undang (UU) Cipta Kerja menghilangkan hak cuti pekerja seperti cuti haid dan melahirkan.
Ida Fauziyah dalam sosialisasi UU Cipta Kerja yang dipantau via virtual dari Jakarta pada Kamis,
menegaskan bahwa waktu istirahat dan cuti itu tetap diatur seperti di UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
"Memang tidak diatur di Undang-Undang Cipta Kerja. Artinya kalau tidak dihapus berarti undang-
undang yang lama tetap eksis, namun undang-undang ini memerintahkan untuk pengaturan
lebih detailnya di peraturan pemerintah (PP)," kata Ida.
Dalam kesempatan tersebut Ida menjelaskan bahwa waktu kerja bagi pekerja tetap mengikuti
ketentuan dari UU Ketenagakerjaan meliputi tujuh jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk enam
hari kerja dalam satu pekan.
Selain itu tetap diatur juga ketentuan waktu kerja delapan jam sehari dan 40 jam satu pekan
untuk lima hari kerja dalam satu pekan. Terkait lembur, dia memastikan waktu kerja tetap diatur
maksimal empat jam dalam satu hari.
Ida mengatakan bahwa UU yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin
(5/10) itu juga mengakomodir pekerjaan yang sifat dan kondisinya tidak dapat mengikuti
sepenuhnya ketentuan yang sebelumnya sudah tertuang di UU Nomor 13 Tahun 2003.
"Misalnya sektor ekonomi digital yang waktu kerja sangat fleksibel. Kalau di UU sebelumnya tidak
mampu mengakomodasi jenis pekerjaan baru, waktu pekerjaan yang fleksibel maka di UU ini
jawabannya," tegas Ida. (nas/cok).
533