Page 548 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 548
Feri mengatakan, naskah RUU yang sudah disahkan di rapat paripurna semestinya merupakan
naskah final yang tidak dapat diutak-atik lagi.
"Itu pernyataan paling aneh, jadi tahapannya kan persetujuan bersama melalui parpipurna,
artinya apa yang disepakati bersama itu sudah final," kata Feri.
Sebab, naskah RUU yang disahkan di rapat paripurna merupakan naskah yang akan dibawa ke
tahap pengundangan dan diberikan nomor undang-undang.
"Kalau mereka mengatakan apa yang mereka setujui bersama kemarin belum final, ya berarti
bukan persetujuan bersama," kata Feri.
Feri menuturkan, perbaikan minor seperti kesalahan ketik atau typo memang sah-sah saja
dilakukan selama tidak mengubah substansi.
Namun, ia menekankan, hal itu semestinya sudah selesai pada tahap pembahasan sebelum
naskah RUU dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan.
"(Harusnya di) tahap pembahasan dong, ketika mereka membahas, 'Oh ini ada typo nih,
perbaiki', masa sudah disetujui di paripurna ada juga yang salah-salah?" ujar Feri.
Keanehan lain juga disebut beberapa anggota DPR Anggota Komisi XI DPR RI fraksi Partai
Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menilai pengesahan UU Cipta Kerja melalui Rapat Paripurna
DPR adalah cacat prosedural.
Sebab, ia menyebut tidak ada selembar pun naskah RUU Cipta Kerja saat hendak disahkan.
"Sudah tiga periode saya jadi anggota DPR RI . Baru kali ini saya punya pengalaman yang tidak
terduga. Pimpinan DPR telah mengesahkan RUU yang sesat dan cacat prosedur," kata Didi.
"Tidak ada selembar pun naskah RUU terkait Ciptaker yang dibagikan saat rapat paripurna
tanggal 5 Oktober 2020 tersebut," imbuhnya.
Didi mengatakan, seharusnya ketika akan disahkan, naskah RUU tersebut tersedia di Ruang
Paripurna.
Namun, hingga disahkan, naskah UU Cipta Kerja tak kunjung diterima para anggota dewan.
"Jadi pertanyaannya, sesungguhnya RUU apa yang telah diketok palu kemarin tanggal 5 Oktober
2020 itu? Harusnya sebelum palu keputusan diketok, naskah RUU Ciptaker sudah bisa dilihat
dan dibaca oleh kami semua," ujar Didi.
"Dalam forum rapat tertinggi ini, adalah wajib semua yang hadir diberikan naskah RUU tersebut.
Jangankan yang hadir secara fisik, yang hadir secara virtual pun harus diberikan," lanjutnya.
Lantas, Didi membandingkannya dengan bahan-bahan untuk rapat di tingkat komisi dan badan
yang bisa didapatkannya beberapa hari sebelumnya.
Didi mempertanyakan kenapa justru RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berdampak luas pada
kehidupan kaum buruh, UMKM, lingkungan hidup dan lain-laim tidak tampak naskah RUU-nya.
"Sungguh ironis RUU Ciptaker yang begitu sangat penting. Tidak selembar pun ada di meja kami.
Harusnya pimpinan DPR memastikan dulu bahwa RUU yang begitu sangat penting dan krusial
yang berdampak pada nasib buruh, pekerja, UMKM, lingkungan hidup dan lain-laik sudah ada di
tangan seluruh anggota DPR, baik yang fisik dan virtual," ucapnya.
547