Page 651 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 651
INI KLARIFIKASI MENAKER SOAL CUTI HAID DAN MELAHIRKAN DI UU CIPTA
KERJA
Beredar isu bahwa UU Cipta Kerja menghilangkan hak cuti dan cuti melahirkan. Menanggapi hal
tersebut, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, membantahnya. Politisi Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan, bahwa waktu istirahat dan cuti itu tetap diatur
seperti di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Memang tidak diatur di Undang-Undang Cipta Kerja. Artinya kalau tidak dihapus berarti undang-
undang yang lama tetap eksis, namun undang-undang ini memerintahkan untuk pengaturan
lebih detailnya di peraturan pemerintah (PP)," kata Ida dilansir dari Antara, Jumat (9/10/2020).
Namun, dalam penjelasannya, Ida justru tak menjelaskan terkait apakah perusahaan masih
harus diwajibkan membayar upah penuh selama cuti haid dan melahirkan.
Skema no work no pay atau yang lebih dikenal unpaid leave selama ini jadi kekhawatiran para
pekerja, khususnya pekerja perempuan, apakah diterapkan di UU Cipta Kerja atau sebaliknya
tetap mengacu pada aturan lama di UU Ketenagakerjaan. Ida menjelaskan, bahwa waktu kerja
bagi pekerja tetap mengikuti ketentuan dari UU Ketenagakerjaan meliputi tujuh jam sehari dan
40 jam satu pekan untuk enam hari kerja dalam satu pekan. Selain itu tetap diatur juga
ketentuan waktu kerja delapan jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk lima hari kerja dalam
satu pekan.
Terkait lembur, ia memastikan waktu kerja tetap diatur maksimal empat jam dalam satu hari.
Ida mengatakan bahwa UU yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin
(5/10/2020) itu juga mengakomodir pekerjaan yang sifat dan kondisinya tidak dapat mengikuti
sepenuhnya ketentuan yang sebelumnya sudah tertuang di UU Nomor 13 Tahun 2003. "Misalnya
sektor ekonomi digital yang waktu kerja sangat fleksibel. Kalau di UU sebelumnya tidak mampu
mengakomodasi jenis pekerjaan baru, waktu pekerjaan yang fleksibel maka di UU ini
jawabannya," tegas Ida.
Ida juga mengungkapkan alasan kenapa pemerintah dan DPR secara mendadak mengesahkan
RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja. Ida mengatakan, berdasarkan informasi yang ia
dapatkan, DPR hendak mengurangi intensitas rapat dengan alasan banyak anggota DPR yang
terpapar virus corona (Covid-19).
"DPR memutuskan untuk mempercepat (pengesahan) yang rencananya tanggal 6 atau tanggal
8 (Oktober). Kemudian diajukan menjadi tanggal 5 dengan alasan karena untuk mengurangi
jam-jam rapat sehingga bisa menekan penyebaran Covid-19," ujar Ida. "Mungkin banyak yang
mengatakan begitu kenapa kok tiba-tiba tanggal 5? Itu yang saya dengar memang alasan
penjelasan dari Wakil Ketua (DPR) karena banyak teman-teman DPR yang terpapar Covid-19,"
sambung Ida.
Meski begitu, Ida mengatakan, Omnibus Law UU Cipta Kerja telah melalui proses rapat koordinasi
yang tidak singkat. Ia menyebutkan, sebelum jadi UU, Omnibus Law Cipta Kerja sudah dibahas
selama 64 kali. Terdiri dari 2 kali rapat kerja, 56 rapat Panja DPR dan 6 kali rapat tim peumus
tim sinkronisasi.
"Kemudian pada akhirnya, DPR memutuskan mengesahkan dalam rapat paripurna tanggal 5
Oktober," ucap Ida.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul " Klarifikasi Menaker Soal Cuti Haid dan
Melahirkan di UU Cipta Kerja Menaker: Dewan Pengupahan rekomendasikan UMP tahun 2021
sama seperti tahun 2020.
650