Page 179 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 179
Hal senada diungkapkan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
Ia mengatakan pihaknya tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja
dan memilih mempersiapkan aksi penolakan lanjutan.
"Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian, tidak mungkin buruh menerima
peraturan turunannya. Apalagi, terlibat membahasnya," kata Said Iqbal dalam pernyataan di
Jakarta, Kamis.
Menurut Said, ada empat langkah yang sudah dan akan dilakukan para buruh, yaitu
mempersiapkan aksi lanjutan secara nasional, meminta legislative review dan executive review,
kampanye tentang isi dan alasan penolakan UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan,
dan mempersiapkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan uji materiil.
Namun, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, meragukan independensi MK
dalam memutus permohonan uji materi UU Cipta Kerja. Ia menilai pemerintah dan DPR sudah
barter dengan MK saat meloloskan revisi UU MK yang salah satu poinnya adalah memperpanjang
masa jabatan hakim MK hingga usia 70 tahun.
Pengunjuk rasa mengibarkan bendera merah putih saat unjuk rasa menolak Undang-undang
Cipta Kerja di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis 8 Oktober 2020.
Aksi yang dikuti ribuan orang dari berbagai elemen mahasiswa dan buruh tersebut berakhir ricuh
dan mengakibatkan sejumlah fasilitas umum rusak. ANTARA FOTO/Zabur Karuru "Jadi,
peluangnya (gugatan dikabulkan) enggak ada. Sebab, MK melanggar etik dan persidangan MK
sarat konflik kepentingan. Melanggar etik karena menerima 'hadiah' dari pihak yang berperkara
(pembuat UU) berupa perpanjangan usia hakim konstitusi," ujar Feri saat dihubungi Tempo pada
Selasa, 13 Oktober 2020.
Menanggapi tuduhan lembaganya tidak independen, Juru Bicara MK, Fajar Laksono
mempersilakan publik menilai karena segala proses persidangan di MK terbuka. "Seluruh
pendapat dan argumentasi konstitusional diberi ruang untuk dikemukakan di persidangan sesuai
asas audi et alteram partem," ujar Fajar.
Putusan di MK, ujar Fajar, bukan perkara kalah dan menang, tapi perkara mencari keadilan.
"Sesuai kewenangan dan independensi yang dimiliki, MK dapat menegaskan memutus sesuai
pertimbangannya sendiri berdasar konstitusi, sekalipun mungkin tak seperti harapan pemohon
atau harapan pembentuk UU," tuturnya.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan salah satu
gejala keburukan UU Cipta Kerja adalah banyak cek kosong atau ketidakpastian hukum. Ia
mengkritik argumen pemerintah yang kerap mengatakan kekurangan dalam UU ini bakal diatur
di aturan turunan. "Mana bisa begitu. Aturan turunan tidak bisa memuat norma baru yang nggak
diatur di UU atau menyimpang dari UU," tuturnya.
178

