Page 599 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 2 NOVEMBER 2020
P. 599
Berbeda dengan tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020 yang menggunakan dasar unjuk rasa. Mogok
Kerja Nasional nantinya akan lebih dahsyat lagi," kata dia.
KSPI sudah berencana menggelar aksi unjuk rasa sebanyak tiga kali pada November 2020. Aksi
tersebut akan dilakukan di depan Istana Merdeka dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat.
"Aksi unjuk rasa penolakan ini akan dilakukan pada 2, 9, dan 10 November 2020. Kami lakukan
aksi ini karena kami menolak UMP 2021 tidak naik. Aksi ini dilakukan secara terukur, terarah dan
konstitusional. Tolong dicatat ya tidak ada kekerasan (non-violence)," kata Said Iqbal.
Kemudian, ia menjelaskan pada aksi pada 2 November 2020 pihaknya akan mengadakan aksi di
depan Istana Merdeka dan MK. Lalu, pada 9 November 2020 aksi dilakukan di depan gedung
DPR RI dan pada 10 November 2020 aksi ada di depan gedung Kementerian Ketenagakerjaan
(Kemenaker).
Nantinya, kata dia, akan ada puluhan ribu massa yang melakukan aksi dari 24 provinsi hampir
200 kabupaten/kota. "Kami berharap presiden bisa mengeluarkan Perppu terkait RUU Omnibus
Law Cipta Kerja. Selain itu, kami meminta Presiden menginstruksikan Menaker untuk mencabut
surat edaran yang menyatakan tidak ada kenaikan UMP 2021," kata dia.
Presidium Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas), Indra Munaswar, menilai dampak Covid-
19 yang dialami tiap perusahaan berbeda-beda. "Menaker tidak bisa memukul rata semua
industri barang dan jasa dalam keadaan kolaps," kata Indra kepada Republika, Kamis (29/10).
Ia menambahkan, kondisi usaha dan ekonomi setiap perusahaan dalam menghadapi dampak
Covid-19 tidak sama. Menurutnya ada perusahaan yang benar-benar terbenam, ada juga yang
hidup tapi megap-megap.
"Tapi malah ada yang justru tetap stabil. Seperti misalnya usaha di sektor komunikasi,
kesehatan, makanan, minuman instan, pupuk atau bahan kimia penyubur tanaman atau
pembasmi hama, dan beberapa sektor industri lainnya," ujarnya.
Ia menuturkan, saat ini kaum buruh sedang dihadapkan berbagai persoalan-persoalan
ketenagakerjaan yang pelik seperti soal UU Cipta Kerja. Kini persoalan tersebut ditambah
keputusan upah minimum yang tidak naik. Ia meminta agar Menaker mengajak pengusaha dan
serikat pekerja duduk bersama membahas masalah perhitungan upah minimum untuk tahun
2021.
"Bukan serta merta mengeluarkan SE yang tidak berdasar dan merugikan masyarakat pekerja
secara keseluruhan," ucap ketua umum Federasi Serikat Pekerja Industri (FSPI) tersebut.
Indra menilai landasan hukum yang digunakan SE tersebut tidak jelas. "Dalam dasar
pertimbangannya, salah satunya adalah UUK 13/2003, tanpa menyebutkan atau menunjuk pasal
yang mana yang memberi wewenang kepada Menaker untuk mengeluarkan SE yang meniadakan
kenaikan upah minimum tahun 2021," kata Indra.
Ia memandang yang dilakukan Menaker termasuk bentuk arogansi kekuasaan. Sebab keluarnya
SE tersebut tanpa dibicarakan terlebih dahulu di tingkat tripartit nasional.
"Semestinya Menaker duduk bareng dengan pengusaha dan serikat pekerja membahas masalah
perhitungan upah minimum untuk tahun 2021. Bukan serta merta mengeluarkan SE yang tidak
berdasar dan merugikan masyarakat pekerja secara keseluruhan," tegasnya.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menilai surat
edaran Menaker tentang upah minimum yang tidak naik bisa berbahaya. "Jadi SE itu kan hanya
598