Page 117 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 DESEMBER 2020
P. 117

Dalam UU Cipta Kerja, pekerja yang mengalami PHK dijamin akan mendapatkan haknya berupa
              pesangon sesuai peraturan perundang-undangan yang ditetapkan, yakni 25 kali gaji.
              "Saya  pastikan  tidak  ada  yang  merugikan  pekerja.  Kenapa  tidak  merugikan,  karena  di  balik
              penurunan dari 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji, ada kepastian bahwa itu akan terbayarkan. Mana
              yang  lebih  menguntungkan,  di  kasih  iming-iming  pesangon  32  kali  tapi  tidak  bibayar,  atau
              pesangon 25 kali gaji tapi pasti terbayar. Saya pasti milih yang 25 kali gaji," kata Direktur Riset
              Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam di Jakarta.

              Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada 2019 menyebutkan hanya 27%
              pengusaha  yang  memenuhi  pembayaran  kompensasi  sesuai  dengan  ketentuan  UU  13/2003
              tentang Ketenagakerjaan. Sisanya, 73% tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai
              dengan UU Ketenagakerjaan. Alasan perusahaan beragam dari mulai mengaku pailit sehingga
              tak sanggup membayar pesangon sampai pekerja mengundurkan diri.

              Bahkan,  laporan  World Bank  yang  mengutip  data  Survei  Angkatan  Kerja  Nasional  BPS  2018
              menyatakan 66 persen pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai aturan, 27 persen
              pekerja  menerima  pesangon  kurang  dari  yang  seharusnya  diterima,  dan  7%  pekerja  yang
              menerima pesangon sesuai dengan ketentuan.

              Piter memastikan, UU Cipta Kerja menjadi angin segar bagi para pekerja karena mampu menjadi
              solusi  dari  persoalan  pesangon  bagi  pekerja  yang  terdampak  PHK  sehingga,  memberikan
              kepastian pembayaran pesangon bagi pekerja di sektor apapun yang terdampak PHK. Meskipun
              jumlah pengkalian pesangonnya lebih kecil, dari 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji, tapi ini lebih
              pasti untuk melindungi hak pekerja.

              "Kenapa  soal  pesangon  pekerja  yang  terdampak  PHK  pasti  akan  dibayar?  Itu  pasti,  karena
              klausulnya tidak lagi menjadi perdata, tapi pidana. Kalau perusahaan tidak bersedia membayar
              hak pekerja sebagaimana tercantum dalam UU, maka bisa terkena pidana dan bisa dipidanakan.
              Artinya, bagaimana mungkin kita mengatakan pemerintah tidak berpeihak pada pekerja, ini kan
              jelas-jelas negara berpihak kepada pekerja," tegasnya.
              Menurutnya,  kelemahan  dari  UU  13/2003,  perusahaan  yang  tidak  membayarkan  pesangon
              pekerja hanya bisa dituntut secara perdata. Kalau perdata, lanjut dia, prosesnya akan panjang
              dan beban yang timbul dari persoalan tersebut ada di pekerja.

              Ironisnya, jika perusahaannya tetap tidak membayar maka akan dilakukan penuntutan secara
              perdata dan ironisnya, biayanya dibebankan ke pihak penuntut atau pekerja. Jika dalam UU Cipta
              Kerja,  pengusaha  yang  tidak  bersedia  membayar  pesangon  bisa  kena  tuntutan  pidana  dan
              pengusaha  akan  berhadapan  dengan  negara.  Artinya,  negara  ada  di  depan  para  pekerja,
              melindungi pekerja, berhadapan dengan para pengusaha.

              Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada para pekerja yang terkena dampak PHK agar
              mendapatkan hak-haknya berupa pesangon dari perusahaan dan lembaga terkait.

              Tidak hanya menyoal pesangon, UU Cipta Kerja juga melindungi pekerja dalam konteks PHK.
              Pasal 151 UU Cipta Kerja menyebut, perusahaan pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus
              mengupayakan tidak terjadi PHK.

              Jika terjadi PHK dan pekerja menolak, maka harus dilakukan perundingan bipartit. Jika belum
              mencapai  kesepakatan  maka  harus  dilakukan  dengan  menyelesaikan  perselisihan  hubungan
              industri.

              "Artinya,  Ini  jelas  sekali  tidak  ada  ruang  pengusaha  untuk  melakukan  tindakan  sewenang-
              wenang kepada pekerja," terangnya.


                                                           116
   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122