Page 122 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 DESEMBER 2020
P. 122
UU CIPTA KERJA JAMIN KEPASTIAN PESANGON BAGI PEKERJA YANG TERDAMPAK
PHK
Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan perlindungan dan
kepastian hukum bagi para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dari
perusahaan. Dalam UU Cipta Kerja, pekerja yang mengalami PHK dijamin akan mendapatkan
haknya berupa pesangon sesuai peraturan perundang-undangan yang ditetapkan, yakni 25 kali
gaji.
"Saya pastikan tidak ada yang merugikan pekerja. Kenapa tidak merugikan, karena dibalik
penurunan dari 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji, ada kepastiann bahwa itu akan terbayarkan.
Mana yang lebih menguntungkan, di kasih iming-iming pesangon 32 kali tapi tidak bibayar, atau
pesangon 25 kali gaji tapi pasti terbayar. Saya pasti milih yang 25 kali gaji," kata Direktur Riset
Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam di Jakarta, Selasa
(22/12/2020).
Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada 2019 menyebutkan, hanya 27
persen pengusaha yang memenuhi pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan UU
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Sisanya, 73 persen tidak membayar kompensasi PHK sesuai
dengan UU Ketenagakerjaan. Alasan perusahaan beragam dari mulai mengaku pailit sehingga
tak sanggup membayar pesangon sampai pekerja mengundurkan diri.
Bahkan, laporan World Bank yang mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional Badan Pusat
Statistik 2018 menyatakan, 66 persen pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai
aturan, 27 persen pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima dan 7
persen pekerja yang menerima pesangon sesuai dengan ketentuan.
Piter memastikan, UU Cipta Kerja menjadi angin segar bagi para pekerja karena mampu menjadi
solusi dari persoalan pesangon bagi pekerja yang terdampak PHK. Sehingga, memberikan
kepastian pembayaran pesangon bagi pekerja di sektor apapun yang terdampak PHK. Meskipun
jumlah pengkalian pesangonnya lebih kecil, dari 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji, tapi ini lebih
pasti untuk melindungi hak pekerja.
"Kenapa soal pesangon pekerja yang terdampak PHK pasti akan dibayar? Itu pasti, karena
klausulnya tidak lagi menjadi perdata, tapi pidana. Kalau perusahaan tidak bersedia membayar
hak pekerja sebagaimana tercantum dalam UU, maka bisa terkena pidana dan bisa dipidanakan.
Artinya, bagaimana mungkin kita mengatakan pemerintah tidak berpeihak pada pekerja, ini kan
jelas-jelas negara berpihak kepada pekerja," tegasnya.
Menurutnya, kelemahan dari UU 13/2003, perusahaan yang tidak membayarkan pesangon
pekerja hanya bisa dituntut secara perdata. Kalau perdata, lanjut dia, prosesnya akan panjang
dan beban yang timbul dari persoalan tersebut ada dipekerja. Ironisnya, kalau perusahaannya
tetap tidak bayar maka akan dilakukan penuntutan secara perdata dan ironisnya, biayanya
dibebankan ke pihak penuntut atau pekerja.
Jika dalam UU Cipta Kerja, pengusaha yang tidak bersedia membayar pesangon bisa kena
tuntutan pidana dan pengusaha akan berhadapan dengan negara. Artinya, negara ada di depan
para pekerja, melindungi pekerja, berhadapan dengan para pengusaha. Pemerintah memberikan
perhatian khusus kepada para pekerja yang terkena dampak PHK agar mendapatkan hak-haknya
berupa pesangon dari perusahaan dan lembaga terkait.
Tidak hanya menyoal pesangon, UU Cipta Kerja juga melindungi pekerja dalam konteks PHK.
Pasal 151 UU Cipta Kerja menyebut, perusahaan pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus
mengupayakan tidak terjadi PHK. Dan kalaupun terjadi PHK dan pekerja menolak, maka harus
dilakukan perundingan bipartit. Jika belum mencapai kesepakatan maka harus dilakukan dengan
121