Page 150 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 150
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
Mereka yang ingin melindungi nyawa makhluk lain harus
mencoba untuk membebaskan serangga dengan berbagai cara.
Semacam nampan mungkin bisa digunakan untuk itu, tapi saringan
kain sutra juga sangat membantu. Di India, nampan biasanya terbuat
dari tembaga, sesuai dengan aturan yang dibabarkan oleh Buddha:
janganlah kita mengabaikan hal ini. ‘Wadah pelindung hidup’ adalah
sebuah kendi air yang kecil dengan bukaan selebar kendinya sendiri.
Ada dua pegangan di kedua sisi di bagian bawah di mana tali diikatkan.
Saat diletakkan di air, posisinya berbalik; dan ketika dibenamkan
dalam air dua atau tiga kali, posisinya tegak.
Para biksu senior hendaknya tidak menyentuh saringan yang
digunakan di wihara, maupun air yang disimpan dalam ruangan
untuk disaring. Sramanera yang belum menerima upasampada (belum
ditahbiskan sebagai biksu), boleh meminum air apa pun, tapi jika
mereka minum di waktu yang keliru, mereka harus menggunakan
saringan yang bersih, kendi yang bersih dan wadah yang bersih yang
cocok untuk digunakan. Mencelakai atau melukai makhluk hidup
adalah tindakan negatif dan ini tidak diperkenankan oleh Buddha.
Itu adalah larangan yang paling utama, dan melukai makhluk
lain adalah hal yang paling serius dari sepuluh tindakan negatif. Kita
seharusnya tidak mengabaikan hal ini. Saringan adalah salah satu
dari enam kepemilikan yang dibutuhkan oleh para biksu, dan tidak
19
bisa tanpa itu. Seorang biksu seharusnya tidak bepergian sejauh tiga
atau lima mil Tionghoa tanpa membawa saringan. Jika seorang biksu
mengetahui bahwa penghuni di wihara tertentu tidak menyaring air,
dia seharusnya tidak bersantap di sana. Bahkan jika biksu pengelana
tersebut meninggal dalam perjalanan karena haus atau lapar,
20
19 Mengenai enam kepemilikan, lihat enam kebutuhan pada Bab X halaman
166-167.
20 Kisah ini diceritakan dalam Samyuktavastu, Buku VI (Katalog Nanjio No.
1121). Dua biksu dari selatan sedang menuju Sravasti untuk bertemu Buddha.
Mereka kehausan tetapi air di sekitarnya penuh dengan serangga. Biksu yang
sepuh tidak meminum air tersebut dan meninggal, kemudian terlahir di
136