Page 153 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 153
Bab VIII — Penggunaan Kayu Pembersih Gigi
Setelah menggunakan kayu pembersih gigi atau ketika air liur
atau saliva hendak dikeluarkan, sebelumnya dia harus menjentikkan
jari tiga kali, atau berdeham lebih dari dua kali. Bila tidak, dia
23
melakukan pelanggaran sewaktu membuangnya. Kayu pembersih gigi
bisa terbuat dari potongan kayu yang besar atau dari batang pohon
yang kecil, atau cabang pohon dari genus Ulmus, atau tumbuhan
menjalar – bila diambil dari hutan. Jika dari ladang, itu bisa didapat
dari pohon murbei genus Moracae (yakni Broussonetia Papyrivera),
buah persik, pohon pagoda Jepang (Sophora japonica atau ‘huai’),
pohon dedalu atau gandarusa (dari genus Salix), atau apa pun yang
bisa digunakan dan harus disiapkan dengan matang terlebih dahulu.
24
Potongan yang baru (‘masih basah’) harus diberikan kepada orang
lain, sementara yang kering adalah untuk diri sendiri.
Para sramanera boleh menggunakannya sekehendak hati, tetapi
biksu-biksu senior harus menggunakan kayu pembersih gigi yang
salah satu ujungnya telah diperhalus dan dibuat lunak. Yang paling
bagus adalah yang berasa pahit-asam atau yang berbau tajam,
atau yang menjadi seperti kapas setelah digosok. Akar kasar dari
hu tai adalah yang paling bagus; yang juga disebut cang'er, di mana
akarnya tumbuh kira-kira dua inci dalam tanah. Itu menguatkan
gigi, mengharumkan mulut, membantu pencernaan makanan, dan
meredakan sakit maag. Bila pembersih gigi jenis ini digunakan, bau
mulut akan hilang setelah dua minggu. Penyakit pada gigi taring
atau sakit gigi akan sembuh setelah satu bulan. Berhati-hatilah saat
menggosok seluruhnya dan saat memoles gigi hingga bersih, lalu
biarkan semua air liur keluar, kemudian kumur dengan air yang
23 Dengan mengutip Samyuktavastu, Bab XIII, Kasyapa mengatakan Buddha
tidak memperkenankan kayu pembersih gigi atau apa pun dibuang begitu
saja tanpa memberi tanda-tanda sebelumnya.
24 Dantakashtha adalah potongan kayu atau akar atau tumbuhan menjalar
yang berbau manis (Jataka I; Mahavamsa), di mana ujungnya digunakan
sebagai bahan pembersih gigi, jadi bukan digosok ke gigi, dan bukan ‘sikat
gigi’ sebagaimana terjemahan Childers. Lihat Cullavagga V (The Sacred Books
of the East); Brihat-samhita LXXXV; Susruta II.
139