Page 174 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 174
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
dalam hal makanan, namun aturan Sangha, menjaga kemurnian,
cara mengambil makanan dengan jari, dan aturan-aturan lainnya
adalah sama. Ada beberapa anggota Sangha yang menjalankan
sejumlah sila dhutanga, seperti hanya bersantap dari hasil pindapatta
(paindapatikanga) dan hanya mengenakan tiga jubah (traicivarikanga).
52
Biksu yang menjalankan aturan-aturan demikian tak akan menerima
undangan bersantap, dan tidak menerima persembahan barang
berharga seperti emas, yang dianggap tak lebih seperti ingus atau
air liur, tetapi mereka tinggal di hutan yang terpencil. Sedangkan di
Timur (Tiongkok), sehubungan dengan resepsi pada hari Uposatha,
tuan rumah hanya mengirim undangan kepada para biksu, dan
bahkan keesokan harinya, tuan rumah sendiri tidak datang untuk
mengundang secara langsung.
Jika kita memeriksa aturan yang dibabarkan Buddha, kebiasaan
ini tampaknya kurang hormat. Para perumah tangga hendaknya
diajarkan mengenai aturannya. Ketika menghadiri resepsi, seorang
biksu harus membawa saringan air, dan air yang disediakan untuk
para biksu harus diperiksa dengan seksama. Setelah bersantap,
dia harus menggunakan kayu pembersih gigi. Jika ada air kayu
yang masih tertinggal di mulut, upacara yang dilakukan di hari
Uposatha dianggap tidak memenuhi syarat. Dengan demikian, ini
dianggap ‘pelanggaran melewati waktu yang ditentukan,’ meskipun
dia harus kelaparan semalam suntuk. Seorang biksu dianjurkan
untuk mengecek bagaimana menerima dan menyantap makanan
di India dan membandingkannya dengan kebiasaan di Tiongkok.
Maksud dan manfaat dari masing-masing kebiasaan menjadi jelas
dengan sendirinya jika kita memahami tata cara mana yang lebih
cocok dibandingkan lainnya. Para bijaksana harus menganalisanya
sendiri karena saya tidak memiliki waktu di sini untuk membahas
seluruhnya.
52 Mengenai ketiga jubah, lihat Mahavagga VIII dalam The Sacred Books of
the East, Jilid XVII. Mengenai dhutanga, lihat Bab X halaman 169-171, catatan
kaki 59.
160