Page 169 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 169

Bab IX — Aturan Resepsi di Hari Uposatha


            gula dan buah pinang dipersembahkan dalam jumlah yang memadai,
            kemudian mereka meninggalkan rumah.

                 Di  hari  ketiga  sebelum  tengah  hari,  tuan  rumah  pergi  ke
            wihara,  memberitahukan  kepada  para  biksu:  ‘Sudah  saatnya.’
            Setelah  membersihkan  diri,  para  biksu  datang  ke  rumah  tempat
            diadakannya resepsi. Saat itu, patung Buddha sudah disiapkan dan
            upacara  pemandian  dilakukan  lebih  singkat.  Namun  persembahan
            bunga,  dupa,  dan  musik  adalah  dua  kali  lebih  berlimpah  dari  hari
            sebelumnya. Berbagai persembahan ditata rapi di hadapan patung.
            Dan  di  kedua  sisi,  ada  pagar  ayu  di  mana  lima  atau  sepuluh  gadis
            berdiri berderet dan juga beberapa anak lelaki, sesuai kondisi; masing-
            masing membawa tempat bakar dupa, atau memegang kendi emas
            berisi air, atau membawa pelita, atau bunga yang indah, atau penebah
            lalat berwarna putih. Orang-orang membawa dan mempersembahkan
            berbagai jenis perlengkapan kamar mandi, cermin, tempat cermin,
            dan sebagainya, di hadapan Buddha. Saya pernah bertanya kepada
            mereka,  ‘Untuk  apa  kalian  melakukan  ini?’  Mereka  menjawab:  ‘Ini
            adalah ladang untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi positif.
            Jika  kami  tidak  membuat  persembahan  sekarang,  bagaimana  kami
            dapat menuai hasilnya di masa mendatang?’ Bisa dikatakan itu adalah
            tindakan  yang  baik.  Berikutnya,  salah  satu  biksu  yang  ditunjuk,
            bersujud  di  hadapan  patung  Buddha  dan  melantunkan  puji-pujian
            mengenai  kebajikan  Buddha.  Setelah  itu,  dua  biksu  lainnya  duduk
            di dekat patung, dan membacakan suatu sutra singkat yang tertulis
            di kertas atau daun. Pada kesempatan demikian, terkadang mereka
            ‘memberkahi’  patung  dan  menandai  bola  mata  patung  tersebut,
            dengan tujuan untuk menumbuhkembangkan potensi positif terbaik.
            Lalu para biksu menuju salah satu sisi ruangan dan melipat kashaya
            mereka;  mengikat  kedua  ujungnya  di  dada,  mencuci  tangan,  dan
            kemudian duduk untuk bersantap.
                                             45
            45  (Catatan Yi Jing): jiasha (kashaya) adalah kata Sanskerta yang artinya warna
            kemerah-merahan [warna kanda (?)], sejenis tanaman anggrek. Ini bukanlah
            istilah Tionghoa. Di sini, kami tidak mengerti untuk apa menggunakan dua
            kata Tionghoa yang mengindikasikan jubah [yakni: 袈 裟 (jiasha); di mana


                                            155
   164   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174