Page 191 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 191

Bab X — Makanan dan Pakaian yang Dibutuhkan


            ketenaran  dan  keuntungan,  praktiknya  mengarah  pada  Kedamaian
            Sempurna, Nirvana. Menurut Vinaya, seorang biksu diperkenankan
            mendapat  laba  atas  nama  Sangha,  namun  menggarap  lahan  dan
            menyakiti  makhluk  hidup  tidak  diperkenankan  dalam  ajaran
            Buddha, tidak ada yang demikian menyakiti serangga dan merintangi
            tindakan yang tepat selain bertani. Dalam buku-buku, tak pernah ada
            sedikit pun acuan mengenai lahan berhektar (secara harfiah: sepuluh
            acre  –  empat  hektar,  tetapi  yang  dimaksud  sepuluh  di  sini  adalah
            ‘sejumlah’) yang bisa membawa seseorang pada cara hidup yang tidak
            tepat dan keliru. Sedangkan aturan mengenai kepemilikan tiga jubah
            yang seharusnya tanpa kesalahan, ah, tetapi dijalankan dan dipatuhi
            dengan baik – begitu banyak  pena dan tinta yang telah disia-siakan
                                        70
            untuk mengurusinya! Astaga! Hal-hal ini hanya bisa dijelaskan kepada
            mereka  yang  percaya,  tetapi  bukan  untuk  dibahas  dengan  mereka
            yang  skeptis.  Saya  khawatir  orang-orang  yang  meneruskan  ajaran,
            mungkin bersikukuh pada pandangan tertentu.


                 Ketika  pertama  kali  mengunjungi  Tamralipti,  saya  melihat
            beberapa  penghuni  masuk  ke  halaman  di  luar  wihara,  membagi
            sayuran  menjadi  tiga  bagian,  dan  memberikan  sepertiganya
            kepada para biksu, dan setelah itu membawa pergi bagian lainnya.
            Saya  tidak  paham  apa  yang  mereka  lakukan,  dan  saya  bertanya
            kepada  Biksu  Dacheng  Deng  (Mahayanapradipa).  Beliau  menjawab:
            Biksu-biksu  di  wihara  ini  kebanyakan  menjaga  sila.  Karena  biksu
            tidak  diperkenankan   bercocok  tanam  oleh  Mahamuni,  mereka
                                 71
            memberikan lahan mereka yang dikenakan pajak untuk dikelola oleh
            70   Dalam The New Japanese Edition of the Chinese Buddhist Books in the Bodleian
            Library, Japanese 65, tertera 還  復 (hai fu), bukan 薳  脫  復 (wei tuo fu),
            sebagaimana dalam teks-teks lainnya. Kata yang pertama, 還 復 (hai fu), tidak
            diragukan adalah benar adanya. 薳 (wei) jelas keliru untuk kata 還 (hai). Kata
            脫 (tuo) adalah kata yang digunakan untuk ‘ketinggalan’ dalam menyalin,
            sehingga 還 脫 (hai tuo) mungkin hanya catatan sampingan oleh penyalin,
            yang ingin menunjukkan bahwa huruf 還 (hai) ketinggalan, tetapi lambat-
            laun kedua kata ini dimasukkan dalam teks. Inilah satu-satunya penjelasan
            yang bisa saya berikan, jika tidak bagian ini tidak bisa dimengerti.
            71   Patimokkha dalam The Sacred Books of the East, Jilid XIII.


                                            177
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196