Page 228 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 228
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
biksu. Bila pelanggaran bersifat ringan, itu dapat diakui di hadapan
116
anggota Sangha yang tidak sama tingkatannya (atau lebih junior
dari dirinya). Dalam bahasa Sanskerta, ini disebut apattipratidesana.
Apatti artinya pelanggaran, pratidesana artinya mengaku di hadapan
orang lain. Ketika mengakui pelanggaran sendiri dan bermaksud
mempurifikasinya, pelaku berharap tindakan negatif tersebut
terpurifikasi dengan mengakuinya satu per satu. Mengakui semua
pelanggaran sekaligus tidak diperkenankan dalam Vinaya. Dulu,
digunakan kata ‘chanhui,’ namun kata ini tidak mengacu pada
‘pengakuan.’ Karena kata ‘chan’ (dalam ‘chanhui’ yang merupakan
singkatan dari ‘kshama’) adalah istilah Sanskerta yang artinya ‘kshanti’
(tidak bereaksi negatif), sementara kata ‘hui’ adalah bahasa Tionghoa
yang berarti ‘penyesalan.’
Penyesalan tidak ada hubungannya dengan ‘kshanti.’ Bila
kita benar-benar mengikuti teks India, saat kita mengakui suatu
pelanggaran, kita harus mengatakan: ‘Saya mengakui pelanggaran
dengan pikiran yang tulus.’ Dari sini, jelas bahwa menerjemahkan
117
‘kshama’ sebagai ‘penyesalan’ tidaklah tepat.
Di India, ketika orang membuat kekeliruan atau secara tidak
sengaja menyentuh tubuh orang lain, mereka mengatakan ‘kshama’;
kadang-kadang mereka menepuk badan atau kadangkala menyentuh
bahu orang tersebut. Mereka melakukan hal ini tanpa memandang
tingkatan orang. Bila kedua belah pihak adalah Sthavira, mereka
saling bertatap dengan tangan di sisi badan; bila salah satu pihak
lebih junior, maka dia merangkapkan kedua tangan dan memberi
hormat kepada pihak yang lebih senior. Makna dari kshama adalah
118
‘mohon maaf, mohon jangan marah.’ Dalam Vinaya, kata kshama
116 Bandingkan dengan Patidesaniya Dhamma, Patimokkha dalam The Sacred
Books of the East, Jilid XIII.
117 Patimokkha: ‘Saya telah gagal menjalankan sila ... dan saya
mengakuinya.’
118 Yang dimaksud di sini adalah ‘kshamaya’ yakni ‘meminta maaf.’
214