Page 275 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 275
Bab XXV — Sikap Antara Guru dan Murid
memikirkan maknanya, dan memanggil seseorang dengan sebutan
‘shanru’ karena semua orang menyebut demikian. Oleh karena itu,
istilah tersebut menjadi tak bermakna. Vandana berarti ‘memuja
atau memberi penghormatan.’ Ketika kita akan pergi memuja cetiya,
dan orang bertanya ke mana kita pergi, kita menjawab: ‘Kami akan
pergi ke tempat ini dan itu untuk memuja cetiya.’ Maksud dari
memberi penghormatan adalah menghargai para guru dan bersikap
rendah hati. Ketika seseorang akan melakukan penghormatan atau
memberitahukan sesuatu (kepada gurunya), pertama-tama dia harus
merapikan jubahnya, dan menariknya ke bahu kiri, menekannya
(dengan tangan kanan) ke sisi kiri sehingga jubah terasa pas di
tubuh. Lalu ulurkan tangan kiri untuk memegang bagian kiri jubah
bawah, sedangkan tangan kanan mengikuti bagian yang dipegang
dan lipatlah bagian yang paling bawah (menjadi dua) sehingga
menutupi lutut dengan baik. Biarkan bagian belakang jubah bawah
menyentuh tubuh. Saat menarik jubah atas (uttarasanga) dan jubah
bawah (nivasana), hendaknya jangan sampai menyentuh tanah.
Kedua tumit harus rapat, leher dan punggung harus lurus; dengan
sepuluh jari di lantai, dia bersujud (bernamaskara). Dari lutut ke
bawah seharusnya tidak tertutupi. Sekali lagi dia merangkapkan
kedua tangan dan bernamaskara. Demikianlah dia memberikan
penghormatan tiga kali dengan hati-hati. Dalam penghormatan biasa,
cukup bernamaskara sekali. Tidak ada kebiasaan berdiri di tengah-
tengah. Orang-orang di India merasa aneh ketika melihat seseorang
berdiri dan bernamaskara tiga kali. Jika seseorang khawatir debu
menempel di keningnya (setelah bernamaskara), pertama-tama dia
harus mengusapnya dan kemudian membersihkannya. Lalu debu
di tulang kering harus dibersihkan. Dan setelah merapikan jubah,
dia hendaknya duduk di sudut ruangan atau berdiri sebentar. Jika
murid memilih untuk berdiri, guru akan mempersilakannya duduk.
Jika dia ditegur karena ada pelanggaran, dia bisa berdiri sepanjang
waktu. Itulah kebiasaan yang diturunkan tanpa terputus dari guru
ke murid sejak masa Buddha. Praktik demikian juga disebut dalam
sutra-sutra dan Vinaya. Sering dikatakan bahwa ketika seseorang
menghampiri Buddha, dia menyentuh kedua kaki beliau, dan duduk
261