Page 276 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 276
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
di sudut ruangan. Tapi kami belum pernah mendengar bahwa alas
duduk digunakan. Setelah melakukan penghormatan tiga kali, dia
lalu berdiri di suatu sudut – demikianlah ajaran Buddha. Ada banyak
tempat duduk di dalam ruangan untuk para Sthavira, dan orang-
orang yang datang seharusnya duduk dengan sikap yang pantas. Saat
duduk, kaki hendaknya menyentuh lantai, tapi tidak ada kebiasaan
duduk santai. Sering dikatakan dalam Vinaya bahwa pertama-tama,
185
dia hendaknya melakukan ‘wuqu zhuxia’ (‘berjongkok’), yaitu kedua
186
kaki di lantai dan kedua lutut tegak, pakaian menempel di badan
tanpa menyentuh lantai. Ini adalah aturan pada umumnya untuk
menjaga pakaian ketika mendiskusikan topik spiritual (religius).
Postur demikian juga diadopsi ketika seseorang mengakui tindakan
negatifnya di hadapan orang lain, atau ketika memberi hormat
pada perkumpulan Sangha, atau ketika mengakui dan menyesali
pelanggarannya, atau ketika memberi hormat pada Sangha setelah
upasampada.
Ada postur lainnya yang harus diadopsi ketika memuliakan dan
memuja Gandhakuti, yaitu membungkuk dan memuja dengan kedua
185 Dalam teks Yi Jing tertera 帖 膝 (tie xi), tapi menurut Kasyapa seharusnya
怗 膝 (tie xi), yakni ‘meletakkan kedua lutut (di lantai).’
186 嗢 屈 竹 迦 = ‘wuqu zhuxia’; bahasa Jepang: U-kut-chik-ka. Bahasa
Palinya adalah Ukkutikam-nisidati, di mana kata Sanskertanya menurut
Childers adalah Utkatuka. Kata ‘Utkatukasana’ diterjemahkan sebagai 結
跏 趺 㘴 (jie jia fu zuo), yakni ‘duduk bersila (duduk dengan kaki berlipat
dan bersilang).’ Tetapi postur ini agak berbeda dengan apa yang dijelaskan
Yi Jing di sini. Jelas yang dimaksud Yi Jing adalah ‘berjongkok (squatting)’
bukan ‘duduk bersila.’ Uraian Yi Jing mengenai postur ini cukup sesuai
dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Rhys Davids dan Prof. Oldenberg
(Cullavagga IV): ‘Kata kerja ini tidak berarti ‘‘duduk bersila’’ sebagaimana
menurut Childers. Postur yang dimaksud, yang tidak dikenal di Eropa,
adalah merundukkan badan dengan lutut tertekuk (jari-jari kaki dan tumit
tetap di lantai) sedemikian rupa sehingga bagian belakang dari paha dan
pantat tidak menyentuh lantai, tapi berjarak satu atau dua inci dari lantai.
Postur ini dalam kitab-kitab Pitaka disebut postur kerendahan hati.’ Postur
kerendahan hati lainnya adalah berlutut dengan lutut kanan, lihat Sukhavati
(Dakshinajanumandalam prithivyam pratishthapayati).
262