Page 100 - Flipbook Dyah Iswarini
P. 100
100 101
Obor Art Studio and Seniman Indonesia politik Kamboja di era 1970-an yang Museum Seni Lukis Klasik Nyoman sempat berpameran tunggal di
Muda (SIM – Indonesian Young diperkirakan menghapus hingga 90% Gunarsa (1994) di Klungkung-Bali. beberapa institusi ternama di Jakarta
Artists) in 1946. He considered Pelukis komunitas seni dan intelektual. (Klungkung, Bali, 1944–Bali, 2017) seperti Taman Ismail Marzuki,
Rakyat to be too politicized, hence (Pea Reang, Cambodia, 1934–1978) Nyoman Gunarsa finished his Erasmus Huis, dan Galeri Nasional
he established a new art association Nhek Dim finished his art education education at STSRI-ASRI, an art Indonesia.
named Pelukis Indonesia (Indonesian at the School of Cambodian Art institution where he later taught at. (Pandeglang, Banten, 1916–2002)
Painter) with Bagong Kussudiardja, in Phnom Penh in 1949 where he He founded Sanggar Dewata Indonesia Otto Djaya was a member PERSAGI
Kusnadi, Sumitro, Saptoto, Sholihin, studied painting under Cambodian (Indonesia Dewata Studio) in 1970. along with his brother Agus Djaya
Rubai, and Sumaryo L.E. Besides and Japanese artists. He was sent to He is known for his expressionistic who served as the director of the
painting, Djamin worked several the Philippines in 1957 to work and paintings, which later developed into aforementioned artists’ organization.
jobs, such as a book illustrator at to publish a book with other artists a synthesis of cubism and abstraction During the war of revolution, he
Balai Pustaka, an employee at the from Asia. He exhibited at Khmer of daily subject matters in Bali, such joined the army with the rank of
Department of Education and Art in Sport Center in 1961. His works as dancers, offerings, and shadow major. After the independence, Otto
Yogyakarta (from 1952), and an editor depict the landscapes of Cambodian puppets. Gunarsa exhibited actively Djaya resigned from the army to live
for a cultural magazine BUDAYA. village with a modern touch. Not in Indonesia and abroad, including in as an artist. He and his brother had
He exhibited in Sao Paulo (Brazil), many Cambodian artists did so at Jakarta, Kuala Lumpur, Washington, the opportunity to continue their
Mexico, and India in the 1950s. After the time. In 1963, Dim went to the Australia, and Den Haag. He received art education and hold an exhibition
his solo exhibition at Taman Ismail United States to study the making several accolades: Pratisara Affandi titled Twee Indonesische Schilders,
Marzuki (TIM) in 1960, he took part of cartoon films. He was also known Adhi Karya (1976), Best Work in Agus en Otto Djaya (Two Indonesian
in Pameran Besar Seni Lukis Indonesia in the palace circle in Cambodia. He Jakarta Biennale III and IV (1978 and Artists, Agus and Otto Djaya) in the
held by Jakarta Arts Council in 1972, created illustrations for songs written 1980), Lempad Prize (1980, and a Netherlands in 1947. He returned to
1974, and 1976. He then exhibited and composed by King Sihanouk. Silver Medal at Yogyakarta Painting Indonesia in 1950 and decided to work
solo at Jakarta Arts Council in 1978. Nhek Dim was one of many artists Biennale I (1988). He founded several in a printing company. He held several
Djamin is also knows as a writer of and intellectuals that fell victims to museums, such as Museum Seni solo exhibitions at Taman Ismail
fiction and children books, poet, as the political instability in Cambodia in Lukis Kontemporer Nyoman Gunarsa Marzuki, Erasmus Huis, and Indonesia
well as a stage designer for theatre, the 1970s. (Nyoman Gunarsa Contemporary National Gallery.
film, and television. Painting Museum) in Yogyakarta in
20. Nyoman Gunarsa 1989 and Museum Seni Lukis Klasik 22. Raden Saleh Syarif Bustaman
19. Nhek Dim ញឹក ឌឹម (Klungkung, 1944–Denpasar, 2017) Nyoman Gunarsa (Nyoman Gunarsa (Terboyo, Semarang, 1811–Bogor, 1880)
(Pea Reang, Kamboja, 1934–1978) Nyoman Gunarsa belajar di Classical Painting Museum) in 1994 in Raden Saleh Syarif Bustaman lahir
Nhek Dim menempuh pendidikan STSRI-ASRI Yogyakarta, di mana ia Klungkung, Bali. dari keluarga berpengaruh. Ia pernah
di School of Cambodian Art di kemudian mengajar. Pada 1970, ia berguru kepada A.A.J. Payen,
Phnom Penh pada 1949 dan belajar ikut mendirikan Sanggar Dewata 21. Otto Djayasuntara seorang pelukis Belgia. Pada 1829,
melukis dari seniman asal Kamboja Indonesia. Ia dikenal melalui lukisan (Pandeglang, Banten, 1916–Bogor, 2002) Saleh pindah ke Eropa untuk belajar
dan Jepang. Tahun 1957, ia pernah bergaya ekspresionis yang kemudian Otto Djayasuntara merupakan melukis dari Cornelius Kruseman dan
dikirim ke Filipina untuk menggambar berkembang menuju sintesa abstraksi anggota PERSAGI bersama kakaknya Andreas Schelfhout. Dari Kruseman,
dan menerbitkan buku bersama dan deformasi berbagai subjek Agus Djaya yang merupakan ketua ia mempelajari keahliannya sebagai
seniman-seniman asal Asia. Pada keseharian Bali seperti penari, sesaji, dari kelompok tersebut. Ia pernah seniman potret dan dari Schelfhout
1961, ia berpameran di Khmer Sport dan wayang. Nyoman Gunarsa aktif menjadi tentara berpangkat mayor ia mempelajari keterampilan menjadi
Center. Karya-karyanya melukiskan berpameran di dalam dan luar negeri, dalam angkatan perang Indonesia. seniman lukis lanskap. Setelah tinggal
pemandangan pedesaan Kamboja di antaranya di Jakarta, Kuala Lumpur, Setelah kemerdekaan Indonesia, di Eropa selama 20 tahun, ia kembali
dengan pendekatan modern, suatu Washington, Australia, dan Den Haag. Otto Djaya memutuskan menjadi ke Indonesia pada 1851 dan menikah
pendekatan yang belum lazim ditemui Penghargaan yang pernah diraihnya rakyat sipil dan berkesenian. Ia dan dengan keluarga berpengaruh
pada saat itu. Tahun 1963, Nhek Dim antara lain: Pratisara Affandi Adhi kakaknya mendapatkan kesempatan dari Kesultanan Yogyakarta. Ia
berangkat ke Amerika Serikat untuk Karya (1976), Karya Terbaik Biennale bersekolah dan berpameran bersama meneruskan pekerjaannya melukis,
mempelajari pembuatan film kartun. III dan IV Jakarta (1978 dan 1980), di Belanda pada 1947. Pamerannya serta memproduksi potret aristokrat
Nhek Dim juga dikenal di kalangan Lempad Prize (1980), dan Medali berjudul Twee Indonesische schilders: Jawa dan lukisan lanskap. Tiga tahun
istana Kamboja. Ia sempat membuat Perak Biennale I Seni Lukis Yogyakarta Agus en Otto Djaya (Dua Pelukis setelah kematiannya pada 1880,
ilustrasi dari lagu-lagu yang diciptakan (1988). Ia kemudian mendirikan Indonesia, Agus dan Otto Djaya). karya agungnya dipertunjukan
Raja Sihanouk. Nhek Dim merupakan beberapa museum seperti Museum Setelah kembali ke Indonesia pada di pameran dunia di Amsterdam,
satu dari seniman dan intelektual Seni Lukis Kontemporer Nyoman tahun 1950, Otto Djaya memilih dengan paviliun spesial yang
yang menjadi korban pergolakan Gunarsa di Yogyakarta (1989) dan bekerja di sebuah percetakan. Ia didedikasi untuk lukisannya.