Page 111 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 111

dilarang menikah dengan lelaki dari kasta terendah. Jika ada yang berani melakukan

                        pelanggaran itu, maka perbuatannya dianggap sebagai sebuah aib bagi dirinya dan
                        keluarga  besarnya.  Selain  itu,  bisa  memperoleh  cap  negatif  dari  masyarakat,

                        sekaligus malapetaka yang bisa menimpa pelakunya, pada keluarga besarnya, dan

                        pada masyarakat di sekitarnya.
                             Novel  Tarian  Bumi  banyak  mengungkapkan  tentang  hukum-hukum  adat

                        yang bersifat patriarki sekaligus adanya berbagai stereotipe gender terhadap kaum
                        perempuan.  Terutama  budaya  patriarkhi  yang  masih  tertanam  pada  masyarakat

                        Bali,  dan  khususnya  perempuan  dari  kasta  Brahmana  seperti  calon  suami  pada

                        umumnya  ditentukan  oleh  orang  tuanya  harus  berasal  dari  kalangan  Brahmana
                        dengan  tujuan  tetap  memurnikan  keturuannya  sebagai  bangsawan  Brahmana.

                        Perempuan  Brahmana  juga  harus  taat  aturan-aturan  yang  ditetapkan  baginya.
                        Apabila ada yang berani melakukan pelanggaran, maka perempuan Brahmana akan

                        mendapatkan  aib  serta  cap  negatif  atas  dirinya  dan  keluarganya.  Perempuan
                        Brahmana pun dipastikan mendapat malapetaka termasuk orang-orang yang berda

                        dalam  lingkungannya.  Bahkan  sang  perempuan  bisa  dicopot  gelar

                        kebangsawanannya dari kasta Brahmana dan kemudian menjadi perempuan Sudra
                        dengan upacara patiwangi yang tidak terhormat bagi dirinya. Persoalan-persoalan

                        gender tersebut dapat dikaji dengan kritik feminis ideologis (Djajanegara, 2013).
                               Melalui krtik feminis ideologis, dalam novel Tarian Bumi terungkap adanya

                        ketidakadilan gender yang mengarah pada manifestasi pelabelan gender terhadap

                        kaum  perempuan.  Misalnya  kaum  laki-laki  dalam  setiap  upacara  adat  yang
                        menampilkan tarian Bali terhadap penari perempuan kerapkali melontarkan kalimat

                        kekagumannya  seperti  pada  Telaga.  Namun,  kata-kata  kekaguman  itu
                        sesungguhnya adalah subordinasi gender (Fakih, 2013) dan merendahkan harga diri

                        Telaga sebagai perempuan. Dalam novel ini dimunculkan pula tokoh lesbian yang

                        bernama Ni Luh Kenten. Kenten telah mencintai Luh Sekar (Jero Kenanga). Sejak
                        kecil sebagai teman bermain. Kemudian setelah dewasa mereka saling menyatakan

                        perasaannya.  Meskipun  pada  akhirnya  Luh  Kenten  sadar  bahwa  Luh  Sekar
                        memiliki ambisi menjadi perempuan terhormat. Luh Kenten merelakan Luh Sekar







                                                                                                    106
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116