Page 127 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 127

dibuat bisa berkomunikasi. Mereka berdua memiliki latar kisahnya masing-masing.

                        Novel ini seperti disisipi dengan sebuah cerita fabel.
                             Gaya bahasa yang digunakan pengarang mengarah pada majas personefikasi,

                        hiperbola,  satire,  ironi,  dan  simile  (perumpamaan).  Gaya  bahasa  ini  banyak

                        digunakan  pengarang  untuk  menggambarkan  suasana  tempat  dan  sebuah  objek
                        melalui tuturan pengarang yang masuk ke dalam pikiran tokoh Leksi, Pum, dan

                        Kwee.  Ketiganya  dalam  bercerita  tak  luput  dari  tuturan  perumpamaan,
                        berkomunikasi  dengan  objek  atau  benda,  dan  pengungkapan  secara  berlebihan

                        terhadap  suatu  peristiwa  alam.  Tone  dalam  novel  ini  tampak  pada  dialog

                        menggunakan model struktur bahasa orang Papua yang tak beraturan. Misalnya,
                        “paling mahal dan paling gaya, sudah”; “Yosi, sebentar siang kita jadi mainkah

                        tidak?”,  atau  istilah  kedaerahan  seperti,  paitua  (laki-laki  tua),  mace  (ibu)  dan
                        lainnya.

                             Simbolisme dalam novel ini yang pertama tampak pada judul “tanah tabu”,
                        yaitu simbol dari tanah keramat yang tak boleh diusik atau terusik. Simbol kedua,

                        yaitu  tokoh  Mabel,  yaitu  neneknya  Leksi  adalah  simbol  perlawanan  atas

                        diskriminasi sosiokultur dan politik yang mulai terbentuk dalam masyarakat suku
                        Dani, Papua sejak masuknya budaya asing yang dibawa orang-orang luar Papua.

                        Mabel  dengan  keberaniannya  kerap  mengkritisi  pemerintah  setempat  yang
                        dianggapnya  telah  bekerja  sama  dengan  pihak  asing  untuk  mengeruk  kekayaan

                        Papua,  sehingga  menciptakan  kemiskinan  masyarakat  Papua.  Mabel  juga

                        mengkritisi  para  politisi  yang  sok  berjuang  untuk  memajukan  Papua,  namun
                        sesungguhnya hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan tanpa berniat

                        tulus dan murni mensejahterakan masyarakat Papua.
                             Ironi dramatis novel Tanah Tabu tercermin pada pengisahan tentang Mabel

                        yang  kritis,  idealis,  tabah,  kuat,  dan  seorang  perempuan  yang  melalui  suaranya

                        selalu untuk memperjuangkan masyarakat Dani di Papua. Namun, Mabel mendapat
                        penentangan dari sesama orang Papua, yaitu dari Tuan Gerson dan Mama Mote

                        dengan  cara  menjerumuskannya sebagai  bahan  fitnah mereka. Mabel  dicitrakan
                        oleh  mereka  sebagai  bagian  dari  anggota  pemberontak  di  Papua.  Tuan  Gerson







                                                                                                    122
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132