Page 134 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 134
bertahun-tahun hidup dalam pengungsian. Mereka juga menuntut pengembalian
hak atas tanah dan rumah yang telah ditinggalkan di kampung halaman mereka,
Desa Gegerung. Dikala itu, mereka mendapatkan tindak pengusiran dari warga
setempat. Pesoalan yang dihadapi oleh mereka merupakan bagian dari kajian kritik
feminis transformasi gender (Fakih, 2013).
Umar dalam novel ini adalah tokoh utama laki-laki setelah Alam. Umar
merupakan sosok lelaki dewasa yang tampan, sopan, ulet, tenang, lembut, humanis,
dan berjiwa sosial. Maryam kagum pada kesantunan dan kesabaran Umar dalam
mengurus Ibunya yang sudah tua dan lama menjanda. Pak Khairuddin adalah ayah
Maryam, seorang imam Ahmadiyah yang disegani para jemaahnya. Pak Khairuddin
memiliki sifat rela berkorban, bapak yang bijak, mengayomi, tegas, dan memiliki
prinsip yang kuat. Bu Khairuddin adalah ibu Maryam, sosok perempuan yang
keibuan dan pengertian terhadap suami dan anak-anaknya, dan memiliki jiwa sosial
yang tinggi. Fatimah adalah adik Maryam yang memiliki sifat patuh pada kedua
orang tuanya. Fatimah saat bertemu kembali dengan Maryam telah menjadi
perempuan dewasa yang bisa diajak berdiskusi dengan Maryam. Alam adalah sosok
lelaki yang cerdas, namun masih memiliki sifat seperti anak mami. Alam pun tidak
memiliki pendirian dan ketegasan sebagai seorang laki-laki. Ibunya Alam adalah
sosok perempuan yang memiliki sifat tidak sabar, pendendam, memiliki rasa curiga
yang tinggi, dan kerap mencampuri urusan rumah tangga anaknya.
Novel Maryam berlatar tempat di Pulau Lombok, Surabaya, dan Jakarta. Latar
waktu cerita terjadi pada tahun 1997 hingga tahun 2011. Sementara latar sosialnya
bercerita tentang kehidupan masyarakat nelayan Lombok. Di antara masyarakat
nelayan ini terdapat kelompok jemaah Ahmadiyah yang sudah sejak lama ada di
tempat itu, yaitu Desa Gegerung. Maryam merupakan turunan ketiga dalam
kelompok jemaah Ahmadiyah itu.
Novel yang bertemakan konflik keagamaan dan kemanusiaan ini, berawal
dari persoalan tindak pengusiran, perusakan, dan pembakaran rumah-rumah yang
dilakukan masyarakat terhadap kelompok jemaah Ahmadiyah dalam berbagai
wilayah di Lombok. Para jemaah Ahmadiyah selalu mengungsi ke lahan-lahan baru
129