Page 102 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 102
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Budaya Dagang dan Tasawuf
Dalam sebuah bukunya, Braginsky menulis sebagai berikut: “Perkembangan
Braginsky berbicara Islam yang mendalam itu mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi sastra
tentang dampak
dari derasnya proses Melayu. Berkat pengaruh ini banyak muncul karya-karya baru yang bersifat
pengislaman penduduk religius, didaktis, historis dan beletris (pelipur lara). Banyak genre-genre baru,
Nusantara pada abad dan bahkan seluruh bidang kegiatan sastra menjadi muncul, serta peran
ke-16 M, yang baik di meningkatnya peran individual pengarang”. Braginsky berbicara tentang
27
Sumatra maupun di
Jawa memunculkan dampak dari derasnya proses pengislaman penduduk Nusantara pada abad ke-
tradisi intelektual 16 M, yang baik di Sumatra maupun di Jawa memunculkan tradisi intelektual
yang baru. Pada masa yang baru. Pada masa ini corak Islam yang diajarkan adalah ajaran al-Quran dan
ini corak Islam yang
diajarkan adalah ajaran Sunnah Rasul yang ditafsirkan oleh para sufi dan ahli kalam. Mereka menguasai
al-Quran dan Sunnah selain bahasa Arab dan Persia, juga menguasai bahasa dan sastra Nusantara.
Rasul yang ditafsirkan Seperti halnya sufi-sufi lain pada zamannya, sufi-sufi Nusantara itu juga pakar
oleh para sufi dan ahli
kalam. dalam ilmu tafsir, ilmu kalam, usuludin dan ilmu fiqih. Ini tampak dalam teks-
teks Islam abad ke-15-19 M, sebagaimana dibahas panjang lebar oleh Syed
Muhammad Naquib al-Attas, V. I. Braginsky, dan lain-lain.
Dijelaskan bahwa agama Islam yang diajarkan tidak sebatas pokok-pokok
berkenaan dengan peribadatan dan fiqih, namun juga hal-hal berkenaan
dengan ilmu ketuhanan atau metafisika, spiritualitas, sastra, dan hermeneutika.
Salah seorang sufi yang meninggalkan banyak karangan mengenai itu ialah
Hamzah Fansuri. Dia juga dipandang sebagai pelopor kesusastraan Melayu
Islam. Melalui syair-syair karangannya, kita tahu bahwa Syekh Hamzah Fansuri
banyak mengembara ke berbagai pelosok negeri di kepulauan Melayu untuk
menuntut ilmu seraya menyebarkan agama Islam. Dia juga mengunjungi banyak
negeri di India, Iran, Iraq dan tanah Arab. Di Baghdad dia dibaiat sebagai mursyid
tariqat Qadiriyah di Mesjis Syekh Abdul Qadir al-Jilani. Dari sana dia menunaikan
ibadah haji ke Mekkah, dan sebelum kembali ke tanah air ia menyempatkan diri
berziarah ke Yerusalem (al-Quds). Seperti dikatakan dalam syairnya:
Hamzah Fansuri di dalam Mekkah
Mencari Tuhan di Baitil Ka’bah
Di Barus ke Quds terlalu payah
Akhirnya dijumpa dalam rumah 28
Hamzah Fansuri hidup pada abad ke-16 M ketika kesultanan Aceh Darussalam
mulai tampil sebagai kerajaan Islam terkemuka di Asia Tenggara. Dia seorang
penulis yang produktif. Banyak syair dan risalah tasawuf dia tulis. Akan tetapi
sangat disayangkan, pada tahun 1637 M Nuruddin al-Raniri – ulama istana
88