Page 103 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 103
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Aceh kala itu – mengeluarkan fatwa bahwa ajaran tasawuf Hamzah Fansuri
dan murid-muridnya tergolong sesat. Buku-buku yang memuat ajaran tasawuf Hamzah Fansuri hidup
pada abad ke-16 M
yang sealiran dengan ajaran Hamzah Fansuri dibakar sehingga banyak yang ketika kesultanan
musnah. Namun demikian ternyata masih ada orang yang menyimpan kitab- Aceh Darussalam mulai
kitab karangan. Sampai sekarang risalah tasawuf Hamzah Fansuri yang dijumpai tampil sebagai kerajaan
Islam terkemuka di Asia
tiga buah, yaitu Syarab al-`Asyiqin (Minuman Orang Berahi), Asrar al-`Arifin Tenggara. Dia seorang
(Rahasia Ahli Makrifat) dan al-Muntahi. penulis yang produktif.
Akan tetapi sangat
disayangkan, pada
Syarabul `Asyiqin merupakan uraian ringkas tentang ilmu suluk, namun jelas tahun 1637 M Nuruddin
dan sistimatis. Buku ini diperuntukka sebagai panduan bagi pemula. Versi lain al-Raniri – ulama
dari risalahnya ini berjudul Zinat al-Muwahiddin (Hiasan Para Ahli Tauhid). Kitab istana Aceh kala itu –
mengeluarkan fatwa
kecil ini dianggap sebagai risalah tasawuf paling awal dalam bahasa Melayu. bahwa ajaran tasawuf
Asrar al`Arifin merupakan risalah tasawufnya yang paling panjang. Buku ini unik, Hamzah Fansuri dan
berisi tafsir keruhanian terhadap untaian syair Syekh Hamzah Fansuri sendiri. murid-muridnya
tergolong sesat.
Asrar telah dikaji secara mendalam oleh Syed M. Naquib al-Attas (1970). Dari
segi bahasa, nilai sastra dan kedalaman falsafahnya, kitab ini dapat dianggap
sebagai risalah tasawuf klasik yang paling bermutu yang pernah dihasilkan
seorang cendekiawan Melayu. Sedangkan risalah ketiga al-Muntahi merupakan
esai pendek, namun mendalam, tentang pengalaman fana’ yang membuat
seorang sufi mengucapkan kata-kata shatiyyat (teofani) seperti ”Ana al-Haqq”
yang diucapkan oleh Mansur al-Hallaj. 29
Namun yang relevan untuk dibahas dalam pasal ini ialah syair-syair tasawufnya.
Baik bentuk maupun isi dari syair-syairnya mencerminkan betapa deras proses
pengislaman penduduk Nusantara, khususnya di kepulauan Melayu . Syair-syair
Syekh Hamzah Fansuri dibaca luas orang Melayu, khususnya para pengikut
tariqat sufi, dan memperlihatkan bahwa Islam telah dijadikan acuan oleh
orang Melayu dalam melihat kehidupan dan realitas. Melaluinya kita juga tahu
bagaimana ajaran Islam seperti apa yang dijadikan fundamen kebudayaan
Melayu.
Ciri-ciri syair Hamzah Fansuri yang berhubungan langsung dengan
perkembangan Islam ialah: Pertama, pemakaian penanda kepengarangan
seperti faqir, anak dagang, anak jamu, `asyiq dan lain-lain. Penanda ini
ditransformasikan oleh penyair dari gagasan sufi tentang peringkat ruhani
(maqam) di jalan tasawuf. Kedua, banyak petikan ayat al-Qur’an, Hadis, pepatah
dan kata-kata Arab, yang beberapa di antaranya telah lama dijadikan metafora,
istilah dan citraan konseptual penulis-penulis sufi Arab dan Persia seperti
Bayazid al-Bisthami, Mansur al-Hallaj, Junaid al-Baghdadi, Imam al-Ghazali, Ibn
`Arabi, Fariduddin al-`Aththar, Jalaluddin al-Rumi, Fakhrudin `Iraqi dan lain-lain.
Tidak kurang 1200 kata-kata Arab dijumpai dalam 32 ikat-ikatan syair Hamzah
Fansuri. Ini menunjukkan derasnya proses islamisasi yang untuk pertama kalinya
melanda bahasa, kebudayaan dan sastra Melayu pada abad ke-16 M. Maka
pantaslah negeri Aceh menyandang sebutan Serambi Mekah. Ketiga, dalam
setiap bait akhir ikat-ikatan syairnya sang sufi selalu mencantumkan nama diri
89