Page 112 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 112
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
sebagai berikut: Nabi Sulaiman, raja sekalian binatang dan jin, pada suatu hari
memanggil semua burung. Burung pertama yang hadir adalah Nuri, khatib
agung di kalangan masyarakat burung. Disusul kasuari, elang, kelelawar, pelatuk,
tekukur, merak, gagak, dan lain-lain. Di depan mereka Nabi Sulaiman bertanya
kepada burung Nuri, jalan apa yang harus ditempuh untuk mencapai rahasia
dan hakikat kehidupan? Nuri menjwab, melalui jalan tasawuf, yang tahapan-
tahapannya berjumlah tujuh (sebagaimana tujuh lembah keruhanian dalam
Mantiq al-Tayr). Nuri lantas memperlihatkan kearifannya dengan menceritakan
bahwa seorang kawannya mengeluh tidak dapat mengenal Tuhan disebabkan
buta dan tuli. Tetapi jalan tasawuf bukan jalan inderawi, jadi tidak tergantung
apakah orang itu tuli dan buta secara jasmani. Kemudian Nuri menjelaskan
bahwa jalan tasawuf selain sukar juga berbahaya. Di laut kehidupan tidak mudah
mendapat petunjuk. Burung-burung yang mendengar keberatan menempuh
jalan tasawuf. Masing-masing mengemukakan alasan berbeda. Tetapi setelah
duraikan pentingnya perjalanan itu, pada akhirnya burung-burung bersedia
mengikuti petunjuk burung Nuri melakukan pengembaraan menuju Negeri
Kesempurnaan. Penulis menutup alegorinya dengan mengutip Hadis qudsi,
’Barang siapa mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya’. Setelah tujuan
dicapai burung-burung yang berhasil menempuh perjalanan itu, semuanya
takjub, heran dan memuji kearifan burung Nuri.” 55
Tajus Salatin
Kitab ini termasuk dalam sastra ketatanegaraan, ditulis oleh seorang cendekiawan
Sufi Aceh abad ke-16 M bernama Bukhari al-Jauhari. Relevansi buku ini dapat
dijelaskan sebagai berikut: Pertama, isinya memaparkan pandangan hidup (way
of life), gambaran dunia (Weltanschauung), tatanan nilai dan ethos kerja yang
dipaparkan, mempengaruhi kehidupan bangsa Melayu Misalnya keharusan
berikhtiar sungguh-sungguh dalam kehidupan sebagaimana dianjurkan dalam
al-Qur’an, “Tuntutlah kebahagiaan akhirat yang diberikan Tuhan kepadamu
dan jangan lalaikan nasibmu di dunia.” (al-Qashas 77). Dalam kaitan ini
kita tahu bahwa kebudayaan memiliki asas metafisik atau asas batin berupa
pandangan hidup atau gambaran dunia yang hidup dalam masyarakat dan
pengejawantahannya tampak berbagai bentuk kearifan.
98