Page 113 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 113
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Kedua, buku ini ditulis sebagai sumbangan pemikiran bagi pemimpin Aceh
dalam menjalankan pemerintahan berupa bimbingan atau petunjuk menghadapi Tajus Salatin ditulis oleh
berbagai permasalahan di dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya. seorang cendekiawan
Menurut Bukhari al-Jauhari tidaklah mudah menjalankan pemerintahan dalam Sufi Aceh abad ke-16
M bernama Bukhari
masyarakat yang majemuk atau bhinneka sebagai dihadapi sultan Aceh kala al-Jauhari. Relevansi
itu. Penduduk Aceh terdiri dari berbagai suku bangsa, bangsa dan agama yang buku ini dapat
mereka peluk juga aneka ragam. Ketiga, sebagai kitab yang terutama sekali dijelaskan sebagai
56
berikut: Pertama,
membicarakan masalah adab atau etika pemerintahan, gagasan dalam buku ini isinya memaparkan
mengilhami lahirnya buku sejenis seperti Bustanus Salatin (Nuruddin al-Raniri) pandangan hidup (way
dan Syafinatul Hukkam (Jamaluddin al-Tursani), serta menjadi rujukan penulisan of life), gambaran dunia
(Weltanschauung),
kitab undang-undang di Aceh dan di luar Aceh. Pada masa pemerintahan tatanan nilai dan ethos
Pakubuwana II dan III pertengahan abad ke-18 M, kitab ini diterjemahkan ke kerja yang dipaparkan,
mempengaruhi
dalam bahasa Jawa dan dijadikan sebagai kitab pegangan oleh raja-raja dan kehidupan bangsa
pemimpin Jawa. Pangeran Dipnegoro menyukai kitab ini dan Mangkunagara IV Melayu.
menjadikan Tajus Salatin sebagai rujukan dalam menulis karyanya yang masyhur
Serat Wedatama. Kecuali itu, pembahasan dalam buku ini terutama yang
1
berkenaan dengan persoalan kedudukan manusia di dunia, kemanusiaan dan
nilai-nilainya, pentingnya arti musyawarah dan mupakat, serta keadilan (adil)
membayangi rumusan Pancasila. Yang tidak ada dalam Tajus Salatin ialah uraian
berkenaan dengan persatuan Indonesia atau nasionalisme, karena nasionalisme
merupakan ide yang baru muncul pada abad ke-20 M.
Tajus Salatin arti harfiahnya ialah Mahkota Raja-raja. Ia dimaksudkan sebagai
pedoman bagi raja-raja Melayu dalam menjalankan pemerintahan. Pembahasan
dalam kitab ini dimulai dengan doksologi atau puji-pujian kepada Allah s.w.t.
untuk mengingatkan pembaca akan kedudukan masing-masing selaku khalifah
Tuhan di muka bumi dan sekaligus hamba-Nya, dan untuk mengingatkan pula
bahwa manusia dicipta menurut gambaran-Nya. Pengarang juga mengingatkan Tajus Salatin arti
harfiahnya ialah
akan persamaan manusia di hadapan Tuhan. Pada hakikatnya pembicaraan dalam Mahkota Raja-raja.
Tajus Salatin mencakup dua perkara penting yaitu yang pertama uraian tentang Ia dimaksudkan
sifat, kedudukan dan peranan manusia di hadapan Allah dan terhadap sesama sebagai pedoman
manusia. Yang krdua pembicaraan mencakup pedoman dalam menjalankan bagi raja-raja Melayu
dalam menjalankan
pemerintahan. Keseluruhan kitab ini terdiri dari 24 fasal, yang mencakup uraian pemerintahan.
tentang manusia dan pentingnya pengenalan diri, peri mengenal Tuhan, perihal Pembahasan dalam
maut perihal raja dan hukumnya serta kerajaan, maksud keadilan dan peri kitab ini dimulai
pekerti segala raja yang adil, perihal perbuatan zalim, pekerjaan segala menteri dengan doksologi atau
puji-pujian kepada
dan pegawai kerajaan. Kitab ini juga membicarakan persoalan umum seperti Allah s.w.t. untuk
masalah memelihara anak, persoalan kebenaran, firasat dan sifat-sifat pribadi. 57 mengingatkan pembaca
akan kedudukan
masing-masing selaku
Pada masa buku ini ditulis kesultanan Aceh Darussalam sedang menapak masa khalifah Tuhan di muka
bumi dan sekaligus
kejayaannya sebagai kerajaan Islam terkemuka di Timur. Aceh menjadi pusat hamba-Nya, dan untuk
kegiatan perdagangan internasional dan sekaligus pusat penyebaran agama mengingatkan pula
Islam serta kebudayaan Melayu. Waktu buku itu rampung ditulis, tampuk bahwa manusia dicipta
pemerintahan berada di tangan Sultan Sayyid al-Mukammil (1590-1604 M), menurut gambaran-
kakek Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Sebagai karangan bernilai sastra Nya.
99