Page 159 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 159
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
dalam berbagai kegiatan kebudayaan. Selain itu dia mempunyai pengetahuan
yang luas dan bakatnya sebagai pengarang sukar ditandingi oleh penulis
sezamannya. 30
Ketika pembrontakan bisa dipadamkan, Pakubuwana II kembali ke Kartasura.
Hubungan Bagus Banjar semakin erat. Dia dilantik untuk menjadi sekretaris
istana dalam usia 20 tahun. Bakatnya sebagai pengarang semakin bersinar-sinar
selama memegang jabatan itu. Karena pengetahuan agama dan sastra sangat
luas dan sukar disamai pengarang sezamannya, maka dia pun diangkat sebagai
Pujangga Muda Istana.
Pada tahun 1743-46, pusat pemerintahan dipindah ke Surakarta. Adapun yang
menentukan letak istana baru itu ialah Bagus Banjar. Disebabkan jasanya itu
kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi Pujangga Istana. Ketika keadaan
politik mulai tenang, yaitu pada masa akhir pemerintahan Pakubuwana II dan
awal pemerintahan Pakubuwana III (1749-1788 M), Bagus Banjar yang telah
bergelar Raden Mas Ngabehi Yasadipura diberi kepercayaan oleh raja untuk
memimpin kegiatan menyadur kembali karya-karya Jawa Kuna dan Melayu.
Pada masa inilah sebagian besar karya-karyanya ditulis. Di antara karya-karyanya
yang terkenal ialah Serat Rama, Serat Baratayuda, Arjuna Wiwaha, Dewa Ruci,
Pesinden Budaya, Serat Cebolek, Serat Panitisastra, Serat Menak (saduran
dari Hikayat Amir Hamzah), Serat Anbiya (saduran dari Surat Anbiya’ Melayu)
dan Babad Giyanti (sejarah). Dia juga menerjemahkan Taj al-Salatin karangan
Bukhari al-Jauhari dengan menambahkan sejumlah penjelasan untuk fasal-
fasal yang tampak kurang dipahami oleh pembaca Jawa. Selain dikenal sebagai
sastrawan, dia juga dikenal guru agama, ahli tasawuf, ahli bahasa dan sejarah
yang terkemuka pada zamannya . 31
Serat Dewa Ruci digubah berdasarkan sebuah cerita mistikal (suluk) yang telah
dikenal pada abad ke-16 M. Fragmennya yang mengisahkan perjalanan Bima
mencari air hayat, digubah kembali olehnya dan dimasukkan menjadi bagian dari
Serat Cabolek. Karyanya ini memadukan sastra sejarah. Cerita dimulai dengan
sebuah musyawarah di Keraton Kartasura antara Pakubuwana dan beberapa
ulama dari pesisir untuk mengadili Haji Mutamakin, seorang mistikus dari Tuban,
yang pandangan-pandangan tasawufnya dipandang terlalu heterodoks.
Cerita dimulai dengan pertemuan Bima dan Drona menjelang perang antara
pasukan Kurawa dan Pandawa (Bharatayudha) meletus. Drona memerintahkan
Bima mencari tirta prawita atau tirta suning ngaurip (air yang membuat hidup
suci), yang tidak lain adalah air hayat. Mula-mula disuruh mencari di puncak
gunung Candradimuka. Setelah gagal dijumapi di situ, disuruh lagi mencarinya
di dalam sebuah gua yang terletak di rimba Palasara. Setelah gagal pula, akhirnya
disuruh mencarinya di laut Selatan. Dalam Serat Cabolek, bagian awal kisah
145