Page 163 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 163

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







           meninggalkan badan, maka badan tidak berdaya lagi. Pramana memperoleh
           hidup dari Sang Suksma atau Ruh Tertinggi, yaitu Dia Yang Maha Hidup dan
           pemberi hidup. Kemudian Dewa Ruci menjelaskan  bahwa pramana merupakan
           tajalli  (pancaran)  dari  Yang  Satu.  Ia  tidak  menyerupai  apa  pun  dan  sukar
           digambarkan. Pada awalnya  pramana  itu satu dengan Sang Pencipta, tetapi
           setelah diberi rupa cahaya maka ia menjadi terpisah dari asal-usulnya (Pupuh
           VIII:33-36).

           Mendengar hal  itu Bima semakin ingin  mengetahui rahasianya.  Ia malahan
           berkeinginan tinggal di tempat sunyi itu selamanya. Tetapi Dewa Ruci tak
           mengizinkan. Bima harus menjalani kehidupan di dunia karena tugasnya belum
           selesai sebagai seorang kesatria. Sebagai gantinya Dewa Ruci memberi pelajaran
           tentang rahasia Yang Hakiki, dan cara mencapai persatuan dengan-Nya .


           Setelah kita mengetahui isi cerita Dewa Ruci, kita akan mengerti mengapa para
           sarjana sependapat mengatakan bahwa suluk ini merupakan lakon yang tidak
           hanya membicarakan hubungan manusia dengan Tuhan, alam semesta, dan
           dirinya. Tetapi juga membicarakan tujuan hidup manusia yang sebenarnya,
           dan cara mencapai tujuan itu. Tujuan yang ingin dicapai manusia Jawa ialah
           pamoring kawula gusti, karena Tuhan itu merupakan sangkan paraning dumadi.
           Dengan itu manusia itu akan mencapai kebahagiaan.


           Jalan yang harus ditempuh ialah dengan menundukkan hawa nafsu (mujahadah)
           dan menyucikan diri (tadzkiya al-nafs). Pada akhir perjalanannya ia akan
           menyaksikan bahwa tiada yang maujud selain Tuhan. Penulis  Serat Cabolek
           menggunakan ungkapan “Weruh sangkan paraning dumadi”, yang dapat dirujuk
           pada pendapat Imam al-Ghazali. Dalam Kimiya-i Sa`adah (Kimia Kebahagiaan)
           ia mengatakan bahwa tujuan hidup ialah untuk mengenal hakikat diri, sehinga
           dengan demikian seseorang dapat merealisasikan dirinya. Ghazali berpedoman
           pada sebuah hadis qudsi yang menyatakan, “Barang siapa mengenal dirinya, ia
           akan mengenal Tuhannya”.  Maksudnya barang siapa mengenal hakikat dirinya,
           ia akan mengenal asal-usulnya. Makna ungkapan ‘weruh sangkan paraning
           dumadi’ lebih kurang seperti itu.


           Dalam suluk ini terdapat beberapa simbol konseptual atau image-image yang
           berfungsi sebagai simbol dari konsep-konsep filsafat mistik Jawa dan tasawuf.
           (1) Pencitraan Dewa Ruci sebagai kembaran Bima, namun tubuhnya lebih kecil);
           (2)  Lautan  tempat  air  hayat;  (3)  Air  Hayat;  (4)  Sinar  pancamaya,  pencitraan
           tentang hati atau kalbu; (6) Empat warna, yang merepresentasikan empat hawa
           nafsu dalam jiwa badani manusia; (7) Cahaya tunggal yang disebut pramana.

           Simbol-simbol ini secara berurutan berkaitan dengan psikologi, kosmologi,
           dan ontologi sufi. Juga dengan peringkat-peringkat keruhanian (maqam)








                                                                                                149
   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168