Page 168 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 168
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
secara intensif oleh para filosof Nyaya dan Vaiseshika dan lazim diartikan
sebagai metode, kaedah, pedoman atau cara-cara mencapai ilmu pengetahuan,
bukan seseorang atau sesuatu yang memiliki metode atau ilmu. Istilah Sanskrit
lain yang mirip dengan kata-kata pramana, ialah prana, yang lazim digunakan
oleh para filosof Yoga seperti Patanjali untuk menyebut energi atau daya hidup
dalam tubuh manusia yang memiliki sifat ilahiyah.
Sangat mungkin istilah pramana yang digunakan filosof Nyaya dan Vaishesika
berubah arti di tangan para mistikus Jawa, atau sangat mungkin pula bahwa
kata-kata itu memiliki kaitan dengan istilah prana. Atau mungkin pula para
pengarang Jawa termasuk Yasadipura I sengaja menggabungkan pengertian
dari dua istilah ini dalam upayanya menarjemahkan gagasan Imam al-Ghazali
tentang kalbu sebagai substansi halus dalam tubuh yang bersifat ilahiyah dan
memancarkan sinar gemerlapan.
Simbol pramana juga dapat dikaitkan dengan konsep Nur Muhammad dalam
tasawuf, yang digambarkan sebagai cahaya berkilauan (Tanoyo 1979). Dalam
Dewa Ruci substansi halus ini juga dilukiskan sebagai cahaya gemerlapan.
Yasadipura I kemudian menghubungkan pula simbol cahaya ini dengan
konsep mukasyifat, yaitu sang pemberi kehidupan. Arti mukasyifat ialah dia
yang memberikan kasyf (penglihatan batin yang terang, illuminasi) yang tidak
lain adalah Tuhan. Wakilnya dalam tubuh manusia ialah pramana, yang juga
diartikan sebagai substansi yang memberi kehidupan pada tubuh.
Konsep Nur Muhmmad itu dikemukakan mula-mula pada abad ke-8 M oleh
Ibn `Ishaq, penulis riwayat hidup Nabi paling awal. Berdasarkan hadis qudsi
dikatakan bahwa sebelum alam semesta dicipta, yang dicipta lebih dahulu
adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad ini dicipta dari nur-Nya. Tetapi yang
41
pertama kali memperkenalkan symbol ini sebagai symbol konseptual sufi ialah
Sahl al-Tustari (w. 896 M). Menurut Tustari, asal-usul Nur Muhammad sebagai
esensi penciptaan ialah sekumpulan dzat yang berkilauan di dalam bentuk
amud, dan amud ini kemudian berdiri di hadapan Tuhan setelah diciptakan.
Pada permulaan kejadiannya itu Nur Muhammad berdiri tegak di hadapan
Tuhan selama berjuta-juta tahun sebelum makhluq-makhluq lain dijadikan. Pada
waktu alam semesta telah dicipta, kemudian Adam dijadikan dari segumpal
tanah sebagai badan jasmaninya dan ke dalamnya dimasukkanlah ruh atau nur,
42
yang disebut Nur Muhammad.
Berkaitan dengan ini, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa mata jasmani kita
hanya dapat melihat perwujudan lahir dari Cahaya Mutlak itu, sedangkan
wujud ruhaninya tidak dapat dilihat. Untuk melihatnya diperlukan bantuan
pengetahuan khusus, yaitu makrifat. Dengan makrifat maka penglihatan batin
(basha`ir) seseorang akan tersingkap dan hijab yang selama ini merintanginya akan
154