Page 172 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 172

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4







                                    secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kedudukan para pejabat
                                    istana mulai dari raja sampai menteri dan bawahan mereka. Milsanya ketika
                                    Perang Diponegoro  meletus pada tahun 1825 M. Ketika itu tahta kerajaan berada
                                    di tangan Sri Pakubuwana VI (1825-1830 M).  Raja yang penuh semangat anti-
                                    kolonial ini tiba-tiba meninggalkan istana dengan dalih menjalankan tapa brata,
                                    suatu kebiasaan yang telah dia lakukan semenjak muda. Padahal apa yang dia
                                    lakukan ialah bertemu Pangeran Diponegoro. Setelah Belanda mengetahuinya
                                    dia ditangkap dan diasingkan ke Ambon. 49

                                    Sepanjang hayat Ranggawarsita telah lima kali terjadi pergantian raja dan setiap
                                    kali pergantian raja terjadi pula pergantian kebijakan yang sangat berpengaruh
                                    bagi kedudukan dan nasib para pejabat istana. Kenyataan pahit itu misalnya
                                    dipaparkan olehnya dalam Serat Kalatida yang terkenal itu. Sebagai pujangga
                                    kraton Ranggawarsita sangat dihormati oleh Sri Pakubuwana VII dan karena
                                    itu dia mengangkatnya sebagai Pujangg Istana (pujangga dalem).  Tetapi
                                    Pakubuwana IX (1861-1893 M) tidak menyukai sang pujangga dan keluarganya.
                                    Ranggawarsita mengalami tekanan batin dan kecewa. Seraya mengungkapkan
                                    kekecewaannya itu, dia menggambarkan krisis yang terjadi dalam sebuah
                                    tembangnya:

                                            Dasar karoban pawarta
                                            Bebaratan ujar lamis
                                            Pinudya dadya pangarsa
                                            Wekasan malah kawuri
                                            Yen pinikir sayekti
                                            Mundhak apa aneng ngayun
                                            Andhedher kaluputan
                                            Siniram ing bayu lali
                                            Lamun tuwuh dadi kekembanging beka

                                            Ujaring Paniti Sastra:
                                            Awewarah asung peling
                                            Ing jaman keneng musibat
                                            Wong ambek jatmika kontit
                                            Mengkana yen niteni
                                            Pedah apa amituhu
                                            Pawarta lalawora
                                            Mundhak angeranta ati
                                            Angur baya ngiketa cariteng kuna 50


                                    Terjemahannya  lebih  kurang  sebagai  berikut:  “  Banyak  sekali  kabar  angin
                                    memang/ kata-kata yang belum tentu benar/ nama yang dipuji-pui akan
                                    menjadi pemuka/ Malahan tersisihkan/ Bila dipikir dalam-dalam/ Apa manfaat
                                    jadi pemimpin/pejabat/  keecuali menyemai  benih kekeliruan/ tersiram air





                    158
   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176   177