Page 176 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 176
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Tentang kesuraman hidup di lingkungan kraton Surakarta khususnya, dan pulau
Jawa pada umumnya, dia menulis dalam Sabda Pranawa lebih kurang sebagai
berikut: “Makin lama makin jelas dan nyata, masa suram semakin kelihatan/ Kian
susah dan rumit adanya/ Makin menyedihkan keadaan masyarakat/ Semakin
amburadul/ Ketentraman lenyap, jerit tangis orang terdengar tiada henti/ nyaring
di mana-mana/ cahaya kegembiraan tak tampak sebab terbawa oleh duka
mendalam.” Sedangkan para elit dan tokoh masyarakat, khususnya pejabat
istana, dia lukiskan sebagai berikut: “Kehendaknya menyimpang dari jalan
yang benar/ Selagi masih hidup nafsunya dipuaskannya// Orang yang demikian
sesungguhnya diikuti oleh kegelisahan yang menumpuk setiap hari/ Hatinya
kacau balau lantaran menyimpan huru hara, hidup khianat karena mengikuti
hati dusta/ melahirkan kebohongan yang menjadi-jadi/ segala perbuatannya
mengarah kepada khianat.” Dalam Serat Sabda Jati Ranggawarsita menyebut
56
juga zaman edan sebagai Zaman Pakewuh atau Kalabendhu. Menurutnya
orang-orang dalam zaman pakewuh:
Pan janma jaman pakewuh
kasadranira andadi
dahurune saya ndhlarung
keh tyas mirong murang margi
kasetyan wus nora katon
yen kan uning maring sajatine kawruh
kewuhan sajroning ati
yen tan niru ara arus
uripe kaesi-esi
yen nirua dadi asor
Terjemahan: “Dalam zaman pakewuh/ Kerendahan budi orang kian menjadi-
jadi/ kekacauan bertambah/ banyak orang berhati buruk/ melanggar aturan
yang benar/ kesetiaan tak lagi tampak// Bagi yang tahu akan kebenaran/ dalam
hati terasa membingungkan/ jika tak ikut berbuat sesat/ hidupnya merana/ kalau
ikut budi pekertinya jadi rendah.” Selanjutnya Ranggawrsita menulis:
Anuhoni kabeh kang duwe panuwun
yen temen-temen sayekti
Allah aparing pitulung
nora kurang sandhang bukti
saciptanira kelakon.
162