Page 177 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 177
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
Terjemahan : “Tindakan seperti itu, bermakna tak percaya pada kemurahan
dan kuasa Tuhan/ Yang menciptakan segala-galanya/ Jika memohon dengan
sungguh-sungguh, pasti mendapat anugerah-Nya/ Tuhan mengabulkan semua
permohonan/ jika disertai kesungguhan/ Allah pasti memberi pertolongan, tidak
akan kekurangan makan dan pakaian. Segala yang diingini akan dikabulkan. 57
Kapan zaman edan akan berakhir? Ranggawarsita menjawab: Zaman edan
akan berakhir jika sudah muncul pendeta, yang selalu berdoa dan memakai ikat
pinggang dari tanah seperti orang gila, berjalan kian kemari dengan telunjuk
menghitung jumlah orang di sekelilingnya. Tentu saja ini hanya ungkapan
simbolik yang maknanya ada di sebalik ungkapan formalnya.
Ranggawarsita dikenal pula sebagai sufi kejawen terkemuka. Pemikirannya
berkenaan dengan tasawuf Jawa tidak ada yang menyamai hingga sekarang.
Di antara karangan-karangannya tentang tasawuf Jawa ialah Suluk Saloka
Jiwa, Suluk Sapanalaya, Serat Pamoring Kawula Gusti, dan Wirid Hidayat Jati.
Dalam Suluk Saloka Jiwa dia menyampaikan ajaran tasawufnya dalam bentuk
alegori atau kisah perumpamaan yang menarik: Dewa Wisynu menyamar
sebagai Syekh Sunan pergi negeri Rum (Anatolia atau Turki) untuk mempelajari
ilmu suluk kepada seorang ulama sufi terkenal bernama Syekh Usman Najid.
Tepat pada saat dia sampai di Turki, Syekh Usman sedang bermusyawarah
dengan para pemuka tasawuf dari berbagai pelosok negeri Rum. Agar diterima
menjadi murid Syekh Usman Najid, Wisynu memeluk agama Islam tetapi tanpa
meninggalkan adat istiadat dan budayanya sebagai dewa Hindu. Dengan
perkataan lain, secara lahir dia tetap Hindu, namun secara keruhanian dia telah
memeluk Islam. Alegori ini tidak pelak diilhami Suluk Musawaratan Wali, kitab
yang memaparkan bagaimana Syekh Siti Jenar diadili oleh para wali disebabkan
mengajarkan pahamyang dipandang heterodoks. 58
Dalam kitabnya itu Ranggawarsita menyampaikan ajaran tasawufnya dalam
bentuk tanya jawab antara Syekh Usman Najid dan Wisynu dengan guru
tasawuf lain seperti Takrul Alam, Bakti Jalal, Prama Jali, Brahmana Darma dan
Syekh Suman Kadi. Dipaparkan misalnya tentang kejadian alam semesta dan
tatanan wujud. Pemaparan Ranggarsita tentang kosmologi dan ontology sufi
itu tidak jauh berbeda dengan ajaran martabat tujuh Ibn `Arabi, Syamsudin al-
Sumatrani dan Fadlullah al-Burhanpuri. Menurut Ranggarsita, “Sesungguhnya
sebelum Tuhan mencipta, alam itu kosong semata, dan Dia ada di alam-Nya
sendiri disebut nukat gaib, ibarat huruf Alif bersifat Wajib al-wujud, dan (wajib
al-wujud itu) berada dalam diri manusia yang telkah manunggal dengan Tuhan,
tiada beda baginya di dunia atau di akhirat”. Keberadaan Tuhan sebagai
59
wujud yang wajib ada-Nya dioartikan bahwa Dia ada dan mengada dengan
sendiri-Nya, dari Dzat-Nya Sendiri. Dia diibaratkan sebagai huruf Alif karena Dia
merupakan asal-usul dari segala ciptaan di alam semesta.
163