Page 180 - SKI jld 4-16 2015 Resivi Assalam
P. 180
Buku Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia - Jilid 4
ketika Wong Agung pingsan karena mabuk darah, melihat banyak darah,
pada hal Umarmaya sedang tidak disampingnya. Dengan mudah raja Bahman
melukai Wong Agung di bagian kepala di atas telinga. Wong Agung yang telah
terluka dan pingsan tergeletak diatas punggung kuda. Kuda sakti Sekardwijan
membawa lari wong Agung menjauh dari peperangan, sampai di bukit. Kuda
Sekardwijan haus sehingga tiba di sungai menunduk untuk minum air sungai.
Wong Agung jatuh ke sungai, di temukan oleh pemuda Sahsiyar warga bukit
Surukan. Oleh Sahsiyar, Wong Agung dirawat selama satu minggu, setiap hari
dipotongkan seekor kambing unuk dimakan otaknya. Wong Agung berjanji
akan mengganti lebih banyak kambing. Akhirnya Sahsiyar tahu bahwa Wong
Agung adalah putera raja Arab, Umarmaya pun akhirnya menemukan Wong
Agung dalam keadaan selamat. Sahsiyar kemudian diangkat menjadi pemimpin
di daerah itu.
Perwatakan Wong Agung Menak: Kutipan-kutipan berikut dipilih yang khusus
Dalam lukisan tersebut
tidak terdapat kata- memuat lukisan perwatakan Wong Agung baik fisik, psikis, ataupun sosiologis,
kata (pengarang) secara langsung ataupun tak langsung. Dalam Pupuh I: 12, dikatakan “Kalih
bahwa Wong Agung itu wulan prapta kalih wengi, Sang Jayengpalugon, amarengi enjing ing praptane...”
sakti, tetapi pembaca
dapat menyimpulkan (‘Perjalanan dua bulan ditempuh hanya dua malam oleh Sang Jayengpalugon
sendiri betapa sakti yaitu Wong Agung, dan ia tiba pada pagi hari...’). Kutipan ini menunjukkan
Wong Agung dengan kesaktian Wong Agung. Jarak menuju kaos yang dalam perjalanan biasa
kemampuanya
menempuh jarak ditempuh dua bulan, ternyata Wong Agung hanya memerlukan waktu 2 malam
panjang dalam waktu saja. Dalam lukisan tersebut tidak terdapat kata-kata (pengarang) bahwa Wong
yang sangat singkat. Agung itu sakti, tetapi pembaca dapat menyimpulkan sendiri betapa sakti
Wong Agung dengan kemampuanya menempuh jarak panjang dalam waktu
yang sangat singkat.
Wong Agung banyak ditakuti oleh musuhnya. Kutipan berikut menunjukkan
betapa Raja Bahman, sekutu Prabu Hirman, merasa tak mampu berperang
melawan Wong Agung yaitu Amir Hamzah. “Raja Bahman tumungkul prihatin,
pamuwutiara lon, heh Sang Prabu Hirman amba mangke, tan kawawa miyat
Jayengmurti...” (Raja Bahman menunduk takut-takut katanya lirih, “Hai
Sang Prabu Hirman, saya kini tak mampu lagi memandang Jayengmurti...’)
Sebetulnya yang merasa takut berhadapan dengan Wong Agung bukan hanya
Bahman, tetapi juga semua prajurit kecil dari fihak kafir. Tampak seperti dalam
P. I.b. 19: “Wadya kafir waspada ningali, ing Jayengpalugon, estu lamun puniku
praptane, samya kekes...” (“Prajurit kafir jelas melihat kepada Jayengpalugon,
ternyata benar datang, semula merasa ngeri...”) Dari dua kutipan diatas tampak
perwatakan Wong Agung sebagai tokoh sakti yang ditakuti pihak lawan. Lukisan
tersebut bersifat tak langsung, yaitu lewat kesan yang diberikan oleh tokoh lain.
Dalam pertarungan, sering Wong Agung Menak atau Amir Hamzah mengalami
kekalahan. Namun kekalahan yang dia alami sering berisfat sementara, karena
seperti juga dalam cerita lain yang serupa, biasanya bilamana tokoh protagonist
kalah akan segara muncul tokoh lain sebagai penyelamat yang menolongnya.
Dalam Menak Kanin ini Wong Agung yang sedang terluka ditolong oleh Sahsiyar,
seorang pemuda desa penggembala kambing.
166